Senin, 16 Maret 2015

Sumpah Pemuda Kita



Edi Susilo[1]
Beberepa hari yang lalu kita telah memperingati hari Sumpah Pemuda yang di ikrarkan oleh putra-putri Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928 di waktu kita masih dalam rahim kolonialisme. Sumpah pemuda telah dimaknai sebagai suatu peristiwa sejarah yang menjadi model keindonesiaan hingga kini dimana semangat persatuan dan kesatuan telah dirajut dalam tiga poin pokok isi sumpah pemuda. Yakni tanah air, bangsa dan bahasa. Konsep yang secara sederhana memberikan kesepatakan bahwa ada sebuah kesadaran akan kondisi yang kemudian dimanfestasikan sebagai tujuan bersama. Sumpah pemuda sebagai peristiwa dapat dimaknai sebagai suatu kesepakatan sejarah nasional. Namun, sebagai sebuah proses setidaknya belum banyak mendapatkan tempat yang sama dengan posisi yang pertama. Untuk itu, tulisan ini berbicara pada konteks lebih luas yakni  menempatkan Sumpah Semuda sebagai proses sejarah. Sumpah Pemuda sebagai akumulasi kekutaan persatuan telah mengalami berbagai macam proses yang saling menyambung dan menemukan ritme berupa ikrar kebangsaan. 

Nasionalisme : Proses Politik Menuju Indonesia
Nasionalisme di negara-negara saat ini merupakan sebuah kelanjutan dari proses historis pembentukan sebuah bangsa-negara. Kehadiran nasionalisme yang dibawa oleh Negara barat telah mewabah dinegara-negara jajahan dan Negara koloni yang menuntut adanya kesepakatan bersama yakni menjadi bangsa yang baru. Periode penentuan jati diri nasionalisme tersebut kemudian merambat sampai  Indonesia yang nantinya memberikan kontribusi atas  kesepakatan kemerdekaan. Indonesia dalam kancah imperalisme dunia  mendapat posisi sebagai tawanan dan budak salah satu negara imperalis yakni Belanda. Suatu posisi yang saat ini kita sebut sebagai suatu sebab atas tidak maju negara indonesia atas persaingan global dibanding jajahan Inggris. Namun, terdapat persamaan disemua wilayah jajahan atas mengapa nasionalisme dapat berkembang dan pada puncaknya menyebabkan kemerdekaan adalah adanya sistem pendidikan modern. Konsep nasionalisme di indonesia jika dapat ditarik hingga keakar akan ditemui dua tahap yang berbeda. Pertama nasionalisme kedaerahan dan nasionalisme modern.
Pada tahap pertama nasionalisme kedaerahaan telah ditunjukan jauh sebelum imperalisme muncul di indonesia. Dengan ditandai oleh berbagai kerajaan otonom yang berdiri sendiri dan serta semangat kebangsaan yang masih mandiri. Konsep ini kemudian bertransformasi pada periode masa pergerakaan nasional dengan struktur dan aturan organisasi yang jelas. Budi Oetomo menjadi salah satu bagian dari proses transformasi ini, meski telah menunjukan corak nasionalisme longgar Budi Oetomo belum berhasil melepaskan kesatuan bangsa yakni Jawa dan Madura. Pada tingkat kepemudaan munculnya organisasi orgnisasi pemuda pada tahun 1915 seperti Jong java, Jong Sumatrabond, Jong Batak, Jong Minahasa, Jong Ambon telah adanya suatu semangat pergerakan pada tataran masyarakat indonesia (Sutejo K Widodo,2012:3). 

Nasionalisme modern dimana kesepakatan dapat dicapai secara lebih luas dibandingkan konsep yang pertama telah muncul di indonesia setelah munculnya organisasi-organisasi politik, sosial dan keagamaan yang menandai pergerakan nasional. Dibidang politik pada periode awal kita kenal dengan SI, Indische Partij, Muhammadiyah. Ketiganya berperan sebagai basis awal pengenalan politik pada massa. Sementara pada gelombang kedua, organisasi partai muncul lebih kuat dengan meminjam kesatuan yang lebih luas. Seperti PKI, PNI, Partindo, PNI-Baru. Gelombang kedua ini, mempunyai tugas untuk melakukan perluasan lebih lanjut untuk merangkul kekuatan massa. Pada titik inilah kemudian sumpah pemuda muncul sebagai proses sejarah dimana peristiwanya dibentuk oleh tanggapan atas tantangan dari kondisi indonesia.
Sumpah Pemuda: Sebelum dan Sesudah
Kehadiran jong-jong (baca:muda) dalam kelompok kedaerahaan menjadi modal awal terbentuknya kesadaran geografis. Satu tanah air Indonesia telah membentuk kesadaran kesamaan kewilayahan yang terjebak dalam kondisi serupa yakni kolonialisasi. Menguatnya pengaruh kolonial hingga pada posisi terdalam menyebabkan terjadi suatu  macam  polarisasi dalam tujuan antara pemerintah dan rakyat Hindia Belanda. Suatu sisi pemerintah berupaya melakukan pengaturan pemerintahan secara utuh sedangkan disisi lain sedang terjadi kristalisasi kedaerahaan untuk mempertahankan pengaruh. Sebelum sumpah pemuda di rumuskan pada sumpah pemuda I tahun 1926. Kongres orgnanisasi inteletual basis mahasiswa sedang merumuskan hal serupa yang juga dapat disebut sebagai rintisan pokok sumpah pemuda. Moh. Hatta dan kawan-kawan yang tergabung dalam Perhimpunan Indonesia telah melakukan tiga pokok manifestasi politik setahun sebelum kongres pertama dimulai. Bahkan konsepnya lebih tegas dalam tujuannya mendirikan sebuah negara Indonesia. Sebagai manifesto Politik Perhimpunan Indonesia menolak segala bantuan kemerdekaan oleh Belanda (George Kahin,1995:115).
Kondisi yang membedakan antara Kongres Sumpah Pemuda dan Perhimpunan Indonesia adalah semangat persatuan yang lebih nampak dalam kongres Pemuda. Sumpah pemuda dihadiri oleh begitu banyak anggota.Bahkan, yang hadir dalam rapat tersebut  tidak hanya anggota yang melakukan difusi dalam Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia namun dari kalangan partai-partai nasional indonesia juga hadir dalam mensuport kepentingan pemuda untuk mengikrarkan Sumpah Pemuda. Setelah kongres bentukan yang lebih nyata dari orgnisasi tersebut dimunculkan dengan orgnasiasi Indonesia Muda (IM) yang hadir pada tahun 1930 (G.Moedjanto,1997:57).







[1] Alumnus Ilmu Sejarah Univeristas Airlangga, Wakil Ketua II Komunitas Sang Arah.