Edi Susilo[1]
Beberepa hari
yang lalu kita telah memperingati hari Sumpah Pemuda yang di ikrarkan oleh
putra-putri Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928 di waktu kita masih dalam
rahim kolonialisme. Sumpah pemuda telah dimaknai sebagai suatu peristiwa
sejarah yang menjadi model keindonesiaan hingga kini dimana semangat persatuan
dan kesatuan telah dirajut dalam tiga poin pokok isi sumpah pemuda. Yakni tanah
air, bangsa dan bahasa. Konsep yang secara sederhana memberikan kesepatakan bahwa
ada sebuah kesadaran akan kondisi yang kemudian dimanfestasikan sebagai tujuan
bersama. Sumpah pemuda sebagai peristiwa dapat dimaknai sebagai suatu
kesepakatan sejarah nasional. Namun, sebagai sebuah proses setidaknya belum
banyak mendapatkan tempat yang sama dengan posisi yang pertama. Untuk itu,
tulisan ini berbicara pada konteks lebih luas yakni menempatkan Sumpah Semuda sebagai proses
sejarah. Sumpah Pemuda sebagai akumulasi kekutaan persatuan telah mengalami berbagai
macam proses yang saling menyambung dan menemukan ritme berupa ikrar
kebangsaan.
Nasionalisme : Proses Politik Menuju Indonesia
Nasionalisme di
negara-negara saat ini merupakan sebuah kelanjutan dari proses historis
pembentukan sebuah bangsa-negara. Kehadiran nasionalisme yang dibawa oleh
Negara barat telah mewabah dinegara-negara jajahan dan Negara koloni yang
menuntut adanya kesepakatan bersama yakni menjadi bangsa yang baru. Periode
penentuan jati diri nasionalisme tersebut kemudian merambat sampai Indonesia yang nantinya memberikan kontribusi
atas kesepakatan kemerdekaan. Indonesia
dalam kancah imperalisme dunia mendapat
posisi sebagai tawanan dan budak salah satu negara imperalis yakni Belanda.
Suatu posisi yang saat ini kita sebut sebagai suatu sebab atas tidak maju
negara indonesia atas persaingan global dibanding jajahan Inggris. Namun,
terdapat persamaan disemua wilayah jajahan atas mengapa nasionalisme dapat
berkembang dan pada puncaknya menyebabkan kemerdekaan adalah adanya sistem
pendidikan modern. Konsep nasionalisme di indonesia jika dapat ditarik hingga
keakar akan ditemui dua tahap yang berbeda. Pertama nasionalisme kedaerahan dan
nasionalisme modern.
Pada tahap
pertama nasionalisme kedaerahaan telah ditunjukan jauh sebelum imperalisme
muncul di indonesia. Dengan ditandai oleh berbagai kerajaan otonom yang berdiri
sendiri dan serta semangat kebangsaan yang masih mandiri. Konsep ini kemudian
bertransformasi pada periode masa pergerakaan nasional dengan struktur dan
aturan organisasi yang jelas. Budi Oetomo menjadi salah satu bagian dari proses
transformasi ini, meski telah menunjukan corak nasionalisme longgar Budi Oetomo
belum berhasil melepaskan kesatuan bangsa yakni Jawa dan Madura. Pada tingkat
kepemudaan munculnya organisasi orgnisasi pemuda pada tahun 1915 seperti Jong
java, Jong Sumatrabond, Jong Batak, Jong Minahasa, Jong Ambon telah adanya
suatu semangat pergerakan pada tataran masyarakat indonesia (Sutejo K
Widodo,2012:3).
Nasionalisme
modern dimana kesepakatan dapat dicapai secara lebih luas dibandingkan konsep
yang pertama telah muncul di indonesia setelah munculnya organisasi-organisasi
politik, sosial dan keagamaan yang menandai pergerakan nasional. Dibidang
politik pada periode awal kita kenal dengan SI, Indische Partij, Muhammadiyah.
Ketiganya berperan sebagai basis awal pengenalan politik pada massa. Sementara
pada gelombang kedua, organisasi partai muncul lebih kuat dengan meminjam
kesatuan yang lebih luas. Seperti PKI, PNI, Partindo, PNI-Baru. Gelombang kedua
ini, mempunyai tugas untuk melakukan perluasan lebih lanjut untuk merangkul
kekuatan massa. Pada titik inilah kemudian sumpah pemuda muncul sebagai proses
sejarah dimana peristiwanya dibentuk oleh tanggapan atas tantangan dari kondisi
indonesia.
Sumpah Pemuda: Sebelum dan Sesudah
Kehadiran
jong-jong (baca:muda) dalam kelompok kedaerahaan menjadi modal awal
terbentuknya kesadaran geografis. Satu tanah air Indonesia telah membentuk
kesadaran kesamaan kewilayahan yang terjebak dalam kondisi serupa yakni
kolonialisasi. Menguatnya pengaruh kolonial hingga pada posisi terdalam
menyebabkan terjadi suatu macam polarisasi dalam tujuan antara pemerintah dan
rakyat Hindia Belanda. Suatu sisi pemerintah berupaya melakukan pengaturan
pemerintahan secara utuh sedangkan disisi lain sedang terjadi kristalisasi
kedaerahaan untuk mempertahankan pengaruh. Sebelum sumpah pemuda di rumuskan
pada sumpah pemuda I tahun 1926. Kongres orgnanisasi inteletual basis mahasiswa
sedang merumuskan hal serupa yang juga dapat disebut sebagai rintisan pokok
sumpah pemuda. Moh. Hatta dan kawan-kawan yang tergabung dalam Perhimpunan
Indonesia telah melakukan tiga pokok manifestasi politik setahun sebelum
kongres pertama dimulai. Bahkan konsepnya lebih tegas dalam tujuannya
mendirikan sebuah negara Indonesia. Sebagai manifesto Politik Perhimpunan
Indonesia menolak segala bantuan kemerdekaan oleh Belanda (George
Kahin,1995:115).
Kondisi yang
membedakan antara Kongres Sumpah Pemuda dan Perhimpunan Indonesia adalah
semangat persatuan yang lebih nampak dalam kongres Pemuda. Sumpah pemuda
dihadiri oleh begitu banyak anggota.Bahkan, yang hadir dalam rapat
tersebut tidak hanya anggota yang
melakukan difusi dalam Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia namun dari
kalangan partai-partai nasional indonesia juga hadir dalam mensuport
kepentingan pemuda untuk mengikrarkan Sumpah Pemuda. Setelah kongres bentukan
yang lebih nyata dari orgnisasi tersebut dimunculkan dengan orgnasiasi
Indonesia Muda (IM) yang hadir pada tahun 1930 (G.Moedjanto,1997:57).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar