Selasa, 13 Maret 2012

Asal Usul Wangsa Sailendra

Istilah sailendra wangsa dijumpai pertama kali di Indonesia dalam prasasti Kalasan tahun 700 Saka (778 M).kemudian istilah ini muncul pula di dalam prasasti dari desa Kelurak tahun 704 Saka (782 M). Didalam prasasti Abhayagiriwihara dari bukti Ratu Baka tahun 714 Saka (792 M).Di dalam prasasti kayumwungan than 743 Saka (824 M).Yang amat menarik perhatian ialah bahwa istilah Sailendrawangsa itu muncul pula di luar Jawa, yaitu di dalam prasasti Ligor B, Nalanda dan Leyden plates.
Prasasti-prasati tersebut semuanya menggunakan bahasa Sansekerta, dan tiga di antaranya , kecuali prasasti Kayumwunga menggunakan huruf siddham, bukan uruf Pallawa atau huruf Jawa-Kuna sebagaimana umumnya prasasti- prasasti di Jawa. Kenyataan ini di tambah dengan kenyataan bahwa ada beberapa naman wangsa di india dan dratan Asia Tenggara yang sama artinya dengan syailendra, yaitu raja gunung, menimbulkan berbagai teori tentang asal usul jawa. R.C Majundar beranggapan bahwa wangsa sailendra di Indonesia, baik yang di jawa maupun yang di sriwijaya, berasal dari kalingga di selatan jawa. G. Coedes lebih condong pada anggapan bahwa wangsa sailendra di Indonesia itu berasal dari Fu-nan atau kamboja. Menurut pendapat ejaan Fu-nan dalam berita Cina berasal dari kata KhamerKuna vnan atau benyam yang berarti gunung; dalam bahasa khamer sekarang Phnom. Raja Fu-nan disebut parwatabhupala yang berarti raja gunung sama dengan kata syailendra. Setelah kerajaan Fu-nan itu runtuh sekitar tahun 620 M, maka anggota wangsa raja-raja Fu-nan itu yg menyingkir ke jawa dan muncul sebagai penguasa disini pada pertengahan abad VIII M, dengan mengunakan nama wangsa syailendra.
J Przyluzki mengatakan bahwa Coedes itu dilakukan atas dasar tafsir yang meragukan dari satu bait didalam prasasti Kuk Prah Kot. Menurut luzky istilah saylendra wangsa menunjukkan bahwa raja-raja berasal syailendra yang brarti raja gunung. Ini merupakan sebutan bagi shiwa sama dengan girisa. Dengan kata lain raja-raja wangsa syailendra di Jawa menganggap leluhurnya ada diatas gunung. Ini merupakan petunjuk baginya bahwa istilah Syailendra asli Indonesia.
Pendapat tersebut diatas telah dibahas oleh Nilakanta Sastri.Dia sendiri mengajukan pendapat bahwa wangsa Syailendra di Jawa itu berasal dari daerah Pandya di India selatan.Dan akhirnya J.L. Moen dalam salah satu karangannya yang menarik perhatian, dia mengemukakan pendapat bahwa Wangsa Syailendra itu berasal dari India Selatan.Yang semula berasal di sekitar Palembang, tetapi pada tahun 983 M melarikan diri ke Jawa karena serangan dari Sriwijaya. Diantara pendapat diatas yang kemudian banyak dianut adalah pendapat G.Coedes, lebih-lebih setelah J.G. De Casparis dapat menemukan istilah Waranarahdhirajaraja didalam prasasti dari candi plaosan lor, juga prasasti Kelurak, dan dia mengidentifikasikan waranara itu dengan waranara nagara atau na-fu-na didalam berita-berita China, yaitu puat kerajaan Fu-nan setelah berpindah dari Wiyadhapura atau te-mu setelah mendapat serangan dari Chenla di bawah pimpinan Bhawawarman dan Citra sena pada pertengahan kedua abad 6 M selanjutnya De Casparis mengatakan bahwa setelah pindah ke na-fu-na yang biasa dilokasikan didekat Angkorborai ada diantara raja-raja itu yang pergi ke jawa dan berhasil mengalahkan raja yang berkuasa disana, yaitu sanjaya dan keturunannya. Jadi menurut de Casparis di Jawa mula mula berkuasa wangsa raja raja yangberagama Siwa, tetapi setelah kedatangan raja dari Na-fu-na itu yang behrasil menaklukkannya, maka di jawa tengah terdapat dua wangsa raja raja, yaitu wangsa Sanjaya yang beragama siwa, dan para pendtang itu yang kemudian menamakan dirinya sebagai wangsa sailendra yang beragama budha . Pendapat de Caparis itu diilhami oleh F.H.Van Nearssen, yang melihat bahwa didalam prasasti Kalasan tahun 778 M, yang berbahasa sangskerta ada dua pihak, yaitu fihak raja sailendra , yang hanya disebut sebagai permata sailendra tanpa nama, dan rakai panangkaran, raja bawahanya dari wngsa Sanjaya.
Selanjutnya de Casparis mencoba mengadakan rekontruksi jalanya sejarah keadaan mataram sampai pada abad 9 M. Dengan landasan anggaan bahwa sejak abad pertengahan 8 ada dua wangsa raja raja yang berkuasa, yaitu wangsa Sailendra yang berasal dari Fu-nan, dan penganut agama budha Mahayana, yang berhasil menaklukan raja raja dari wangsa Sanjayaang beragama Siwa. Raja raja wangsa Sanjaya itu, sejak rakai Panangkaran hanya berkuasa sebagai raja bawahan, dan dalam berbagai kesempatan pembangunan candi-candi membantu raja wangsa Sailendra dengan memberikan tanah-tanah sebagai sima bagi candi-candi itu.Pendapat de Casparis ini dikembangkan lagi oleh F.D.K. Bosch disana-sini.
Pendapat bahwa bangsa sailendra berasal dari luar Indonesia (india atau Kamboja) ditentang oleh R.Ng. Poerbatjaraka, ia merasa amat tersinggung membaca teori tersebut, seolah-olah bangsandonesia sejak dulu hanyalah mampu diperintah oleh bangsa asing. Menurut Poerbatjaraka, Sanjaya dan keturunannya adalah raja-raja dari wangsa Sailendra, asli Indonesia yang mulunya menganut agama siwa, tetapi sejak Rakai Panangkaran berpindah agama menjadi penganut Buddha Mahayana. Sebagai salah satu alas an dia untuk menunjuk pada kitab carita parahyangan, yang antara lain memuat keterangan bahwat Rahyang Sanjaya telah menganjurkan anaknya Rahyangta Panaraban untuk meninggalakn agama yang dianutnya, karena ia ditakut oleh semua orang. Nama  Rahyangta Panaraban diidentifikasikannya dengan Rakai P
anangkaran. Penemuan baru berupa prasasti batu berbahasa melayu kuno di desa Sojomerto, kab.Pekalongan dan batu berbhasa yang tidak diketahui debngan jelas asalnya.Dan kini disimpan dalam koleksi pribadi Adam Malik, mungkin sekali memperkuat anggapan Poerbatjaraka. Prasati dari Sojomerto itu menyebutkan Dapunta Sailendra nama ayah dan ibunya yaitu Santanu dan Bradawati dan istrinya Sampula. Masih ada tokoh lagi yang disebut didalam prasasti ini yang sayang sekali namanya tidak terbaca namanya.Demikan pula istilah yang menunjukan hubungan antara tokoh ini dengan Dapunta Sailendra, tidak terbaca keseluhan.Tokoh ini diberi pedikat Hiyang.Jadi mungkin sekali tokoh yang telah dipendewakan dan dianggap sebagai leluhur Dapunta Sailendra.
Sebagaimana Isanawangsa berpangkal pada Mpu Sindok yang bergelar Sri Isanawikramadarmmottunggadewa dan Raja Sawangsa berpangkal pada Ken Arok yang bergelar Sri Rajasa, tentunya Sailendrawangsa berpangkal kepada seoran leluhur yang gelarnya mengandung unsur Sailendra. Didalam Prasasti Sojomerto itu dijumpai nama Dapunta Sailendra yang jelas merupakan ejaan Indonesia dari kata sansekerta sailendra  karena di Sumatera dijumpai lebih banuaSailendra. Kenyataan bahwa ia menggunakan bahasa melayu kuno didalam prasastinya menunjukan bahwa ia orang Indonesia asli, mungkin sekali berasal dari Sumatera  maka sesuai dengan asal usul nama-nama wansa yang lain itu daptlah disini disimpulkan bahwa Sailendra wangsa itu berpangkal kepada Dapunta.
Dari prasati Sojomerto itu jelas bawa Dapunda Sailendra ialah penganut wangsa Siwa. Kapn dan apa sebabnya raja-raja wangsa Sailendra itu mulai menganut agama Buddha mungkin dapat diketahui dari prasasti milik Adam Malik, yang untuk sementara kita sebut dengan nama Prasasti Sankara. Prasati ini berbhasa sansekerta tetapi sayang yang ditemukan hanya bagian akhir.Ru

Rakai mataram sang ratu sanjaya
Sebelum perpindahan pusat kerajaan terdapat berbagai sumber prasasti di mas seelum perpindahan itu. Pertama-tama disebutkan disini prssati di desa lebak, kecamatan Grabag (Magelang) Pasasti Tuk Mas.Prasati ini di pahat pada sebuah batu alam yang besar yang dekat dengan mata air.Hurufnya Pallawa yang tergolong muda dan bahasanya Sansekerta. Menurut analisa Paleoogafis dari krom prassti ini berasal pada abad pertengahan yang isinya pujian kepada suatu mata  air yang keluar dari gunung hal ini  disamakan dengan air yang mengalirkan airnya yang dingin dan bersih melalui pasi yang berbatu bagaikan  sungai Gangga.
Dari pahatan tulisan tersebut terdapat suatu laksana dan ala-alat upacara antar lain cakra, sanka, trisula, kundi, kapak, guntin, kudi, dolkmes dan empat bunga Padma. Hal ini menunukan kepada dewa Siwa bahwa ini bagaikan air suci  dan bahwa  didekatnya tentu ada pengolahan sumber air yang dikelola oleh para pendeta.
Prasasti yang kedua  adlah prasti camggal, yang berasal dai halaman pecandian diastase gunung Wukir kecamatan Salam (Magelang).  Prasasti ini mengunakan Huruf Palawa dan bahasa Sansekerta, yang terdiri dari tiga bait berisi bahwa raja Sanjaya tela mendirikan lingga diatas bukit  pada tangggal 6 oktober  tahun 732 M. Lima bait selanjunya berisi pujian terhadap dewa Siwa, Brahma, dan Wisnu denagan catatan bahwa untuk Siwa sendi tersedia tiga bait. Bait ke tuju memji pulau Jawa yang subur dan banyak menghasilkan gandum (atau padi) da kaya akan tambang emas. Siwa yan amat indah untk kesejahtraan dunia ang dikelilingi oleh sungai-sungai yang suci, antara lain sungai gangga  bagunan tersebut terletak di Kunjarakunja.
Dari prasasi yang diatas kiata dapat mengetahui bahwa pada tahun 723 M. raja sanjaya yang jelas adalah beragama Siwa yang telah mendirikan lingga di atas bukit.Kemungkuna bangunan lingga itu ilah cand yang hingga saa ini masih ada sisa-sisanya di atas gungng wukir, mengingat bahwa prastinya memmang berasal dari dari halaman percandian.
Sanna, Sahanna, dan Sanjaya kemunkinna sekali adalah keturunnan-keturunna Dapunta Sailendra, sehinggga mereka masuk kedalam wangsa Sailendra. Hal ini dikarnakan dari sebuah prassti dari daftar raja-raja yang disebutkan di dalam prasasti Matyasih di medang. Ia kemudiaan disusul oleh rakai panankaran yang di antara Dapunta Sailendra dan Sima, atau Sima anatara Sanna masih ada seorang raja lagi yan hingga kini  belum dapat ditemukan dari sumber sejarah.
Raja sanjaya adlah raja yang pertama yang brkedudukan di Medang.Yang telah dikatakan oleh prasasti diatas, raja Sanna telah diserang oleh musuh dan telah gugur pada pertempuran tersebut.Mungkin sekali ibukota kerajaan juga di serbu dan ijrah. Kerena hal itu ak Sanjay dinobatkan sebagai raja, perlu dibangun ibukota baru, dengan istana yang baru yang disertai dengan pembangunnan candi untk pemujaan lingga kerajaan. Kemungknnan hali ini berhubngnna dengan kepercayaan bahwa istananyang telah diserbu oleh musuh yang kehilangna yuannya.
Selain itu ada suatu ketertarikan yang lain  bahwa di pulau jawa  ada bangunnan yang suci untuk pemujaan dewa Siwa di daerah Kunjarakunja yang dikelilingi oleh sungai-sungai suci, yang terutama di antaranya adalah sungai gangga.  Seperti halnya telah yang disimpulkan bagunnan candi yang dimasud adalah parsati canggal itucandi banon dekat candi mendut yang arca-arcanya saja yang besar dan bercorak Klasik?Letak candi ini memeng di daerah progo dan sungai Elo, ini sesuai denagan pemeriaan denagan prassti, dengan menduga yang dimaksudkan sunai gangga adalah sungai kali Progo.
Dan nama Kunjarakunja itu poerbatjarka pernah mengemukkakan perdapat bahwa daerah yang dimaksud saat itu yang saat ini menjadi daerah Sleman, berdasarkan arti kata yaitu hutan gajah dan adanya wanua ing alas i Saliman. Dan perdapat tersebut telah diragukan  karena mnaman didalam prasti ke tiga sekarang ditambah denagan dua batu lagi  batu sima yang membuat nama daerah itu harus dibaca wanua ing alas I Salaimar. Lagi pula kata kunjarakunla dapat juaga berate hutan fikus Religiosa atau huatan pohon Bodhi dan sejenisnya karena kata kunjara tidak berarti juga gajah tetapi nama beberapa jenis tanaman. 
Menurut de Casparis Bhanu itu seorang raja wangsa sailendra mengiggat bahwa terdapat lagi sebuah prasasti Ligor B ada nama raja Wisnu dan didalam prasasti Kelurak ada nama raja indra. Dan ia berpendapat bahwa Bhanu itu tentu penganut agama Budha karena Isa merupakan nama lain dari sang Budha. 
Teori India
Majumdar beranggapan bahwa keluarga Śailendra di Nusantara, baik di Śrīwijaya (Sumatera) maupun di Mdaŋ (Jawa) berasal dari Kalingga (India Selatan). Pendapat yang sama dikemukakan juga oleh Nilakanta Sastri dan Moens. Moens menganggap bahwa keluarga Śailendra berasal dari India yang menetap di Palembang sebelum kedatangan Dapunta Hiyaŋ.Pada tahun 683 Masehi, keluarga ini melarikan diri ke Jawa karena terdesak oleh Dapunta Hiyaŋ dengan bala tentaranya.Pada waktu itu Śrīwijaya pusatnya ada di Semenanjung Tanah Melayu.
Pernyataan yang hampir senada dengan Moens dikemukakan oleh Slametmulyana.Ia mengemukakan gagasannya itu didasarkan atas sebutan gelar dapunta pada Prasasti Sojomerto. Gelar ini ditemukan juga pada Prasasti Kedukan Bukit pada nama Dapunta Hiyaŋ. Prasasti Sojomerto dan Prasasti Kedukan Bukit merupakan prasasti yang berbahasa Melayu Kuno. Karena asal bahasa Melayu Kuno itu dari Sumatera dan adanya politik perluasan wilayah dari Kadātuan Śrīwijaya pada sekitar tahun 680-an Masehi, dapat diduga bahwa Dapunta Selendra adalah salah seorang pembesar dari Sumatera Selatan yang menyingkir ke pantai utara Jawa di sekitar Pekalongan.
Teori Funan
Coedes lebih condong kepada anggapan bahwa Śailendra yang ada di Nusantara itu berasal dari Funan (Kamboja). Karena terjadi kerusuhan yang mengakibatkan runtuhnya Kerajaan Funan, kemudian keluarga kerajaan ini menyingkir ke Jawa, dan muncul sebagai penguasa di Mdaŋ (Matarām) pada pertengahan abad ke-8 Masehi dengan menggunakan nama keluarga Śailendra.
Teori Jawa
Pendapat bahwa keluarga Śailendra berasal dari Nusantara (Jawa) dikemukakan oleh Poerbatjaraka. Menurut Poerbatjaraka, Sanjaya dan keturunan-keturunannya itu ialah raja-raja dari keluarga Śailendra, asli Nusantara yang menganut agama Śiva. Tetapi sejak Paņamkaran berpindah agama menjadi penganut Buddha Mahāyāna, raja-raja di Matarām menjadi penganut agama Buddha Mahāyāna juga.Pendapatnya itu didasarkan atas Carita Parahiyangan yang menyebutkan bahwa R. Sañjaya menyuruh anaknya R. Panaraban atau R.Tamperan untuk berpindah agama karena agama yang dianutnya ditakuti oleh semua orang.
Pendapat dari Poerbatjaraka yang didasarkan atas Carita Parahiyangan kemudian diperkuat dengan sebuah temuan prasasti di wilayah Kabupaten Batang. Di dalam prasasti yang dikenal dengan nama Prasasti Sojomerto itu disebutkan nama Dapunta Selendra, nama ayahnya (Santanū), nama ibunya (Bhadrawati), dan nama istrinya (Sampūla) (da pū nta selendra namah santanū nāma nda bapa nda bhadrawati nāma nda aya nda sampūla nāma nda ..). Menurut Boechari, tokoh yang bernama Dapunta Selendra adalah bakal raja-raja keturunan Śailendra yang berkuasa di Mdaŋ.
Nama “Dapunta Selendra” jelas merupakan ejaan Indonesia dari kata Sanskrit “Śailendra” karena di dalam prasasti menggunakan bahasa Melayu Kuno.Jika demikian, kalau keluarga Śailendra berasal dari India Selatan tentunya mereka memakai bahasa Sanskrit di dalam prasasti-prasastinya.Dengan ditemukannya Prasasti Sojomerto telah diketahui asal keluarga Śailendra dengan pendirinya Dapunta Selendra.Berdasarkan paleografinya, Prasasti Sojomerto berasal dari sekitar pertengahan abad ke-7 Masehi.
Prasasti Canggal menyebutkan bahwa Sañjaya mendirikan sebuah lingga di bukit Sthīrańga untuk tujuan dan keselamatan rakyatnya.Di sebutkan pula bahwa Sañjaya memerintah Jawa menggantikan Sanna; Raja Sanna mempunyai saudara perempuan bernama Sanaha yang kemudian dikawininya dan melahirkan Sañjaya.
Dari Prasasti Sojomerto dan Prasasti Canggal telah diketahui nama tiga orang penguasa di Mdaŋ (Matarām), yaitu Dapunta Selendra, Sanna, dan Sañjaya. Raja Sañjaya mulai berkuasa di Mdaŋ pada tahun 717 Masehi.Dari Carita Parahiyangan dapat diketahui bahwa Sena (Raja Sanna) berkuasa selama 7 tahun.Kalau Sañjaya naik takhta pada tahun 717 Masehi, maka Sanna naik takhta sekitar tahun 710 Masehi.Hal ini bererti untuk sampai kepada Dapunta Selendra (pertengahan abad ke-7 Masehi) masih ada sisa sekitar 60 tahun.Kalau seorang penguasa memerintah lamanya kira-kira 25 tahun, maka setidak-tidaknya masih ada 2 penguasa lagi untuk sampai kepada Dapunta Selendra.Dalam Carita Parahiyangan disebutkan bahawa Raja Mandimiñak mendapat putra Sang Sena (Sanna).Ia memegang pemerintahan selama 7 tahun, dan Mandimiñak diganti oleh Sang Sena yang memerintah 7 tahun. Dari urutan raja-raja yang memerintah itu, dapat diduga bahwa Mandimiñak mulai berkuasa sejak tahun 703 Masehi.Ini berarti masih ada 1 orang lagi yang berkuasa sebelum Mandimiñak.
Berita Tionghoa yang berasal dari masa Dinasti T’ang memberitakan tentang Kerajaan Ho-ling yang disebut She-po (=Jawa). Pada tahun 674 Masehi rakyat kerajaan itu menobatkan seorang wanita sebagai ratu, yaitu Hsi-mo (Ratu Simo).Ratu ini memerintah dengan baik.Mungkinkah ratu ini merupakan pewaris takhta dari Dapunta Selendra? Apabila ya, maka diperolehi urutan raja-raja yang memerintah di Mdaŋ, yaitu Dapunta Selendra (?- 674 Masehi), Ratu Simo (674-703 Masehi), Mandimiñak (703-710 Masehi), R.Sanna (710-717 Masehi), R.Sañjaya (717-746 Masehi), dan Rakai Paņamkaran (746-784 Masehi), dan seterusnya.
Kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh dua wangsa yaitu Wangsa Syailendra yang beragama Buddha dan Wangsa Sanjaya yang beragama Hindu Syiwa.Pada awal era Mataram Kuno, Wangsa Syailendra cukup dominan di Jawa Tengah.Menurut para ahli sejarah, Wangsa Sanjaya awalnya berada dibawah pengaruh kekuasaan Wangsa Syailendra. Mengenai persaingan kekuasaan tersebut tidak diketahui secara pasti, akan tetapi kedua-duanya sama-sama berkuasa di Jawa Tengah.
Raja-raja yang berkuasa dari keluarga Syailendra tertera dalam prasasti Ligor, prasasti Nalanda maupun prasasti Klurak, sedangkan raja-raja dari keluarga Sanjaya tertera dalam prasasti Canggal dan prasasti Mantyasih.Berdasarkan candi-candi, peninggalan kerajaan Mataram Kuno dari abad ke-8 dan ke-9 yang bercorak Buddha (Syailendra) umumnya terletak di Jawa Tengah bagian selatan, sedangkan yang bercorak Hindu (Sanjaya) umumnya terletak di Jawa Tengah bagian utara.
Wangsa Syailendra pada saat berkuasa, juga mengadakan hubungan yang erat dengan kerajaan Sriwijaya di Sumatera.Pada masa pemerintahan raja Indra (782-812), puteranya, Samaratungga, dinikahkan dengan Dewi Tara, puteri raja Sriwijaya.Prasasti yang ditemukan tidak jauh dari Candi Kalasan memberikan penjelasan bahwa candi tersebut dibangun untuk menghormati Tara sebagai Bodhisattva wanita. Pada tahun 790, Syailendra menyerang dan mengalahkan Chenla (Kamboja), kemudian sempat berkuasa di sana selama beberapa tahun.
Candi Borobudur selesai dibangun pada masa pemerintahan raja Samaratungga (812-833).Borobudur merupakan monumen Buddha terbesar di dunia, dan kini menjadi salah satu kebanggaan bangsa Indonesia.Samaratungga memiliki puteri bernama Pramodhawardhani dan dari hasil pernikahannya dengan Dewi Tara, putera bernama Balaputradewa.

            Pramodhawardhani, puteri raja Samaratungga menikah dengan Rakai Pikatan, yang waktu itu menjadi pangeran Wangsa Sanjaya.Sejak itu pengaruh Sanjaya yang bercorak Hindu mulai dominan di Mataram, menggantikan agama Buddha.Rakai Pikatan bahkan menyerang Balaputradewa, yang merupakan saudara Pramodhawardhani. Sejarah Wangsa Syailendra berakhir pada tahun 850, yaitu ketika Balaputradewa melarikan diri ke Sriwijaya yang merupakan negeri asal ibunya

8 komentar:

  1. Terimakasih telah menyusun artikel ini. Tetapi tidak mengena pada asal-usulnya dan masih misteri. Begitu juga dengan Sriwijaya.

    BalasHapus
  2. memang mas iwan,, sebab sumber yang terlampau sedikit dan tersirat membuat tulisan tersebut masih terkesan membingungkan. selain itu asal usul sailendra masih memiliki dualisme asal-usul. akan tetapi menurut De Caparis, wangsa ini bersala dari wilayah campa (vietnam),
    terimakasih sudah mengomentari makalah ini,,,

    BalasHapus
  3. siapa sebenarnya syailendra????
    apakah benar tentang beberapa teori dan bukti bahwa patung di Borobudur itu adalah syailendra (nabi Sulaiman)???
    dan kabarnya hampir di semua candi dan piramida di dunia ini ada patung beliau???
    tks

    BalasHapus
  4. mas, saya mau tanya. apakah wangsa Syailendra masih ada kaitannya dengan Ratu Shima?
    mohon penjelasannya. saya masih Bingung.

    BalasHapus
  5. sailendra di duga dia berasal dari lampung ,, dari waykanan ,,wang . arti nya kakak sai arti nya satu ,, lendra lah lama nya ,, .. bukti dia orang way kana di ketemu kan kolintang di candi borobudur

    BalasHapus
  6. Bravo mas Edi... saya sangat menikmati tulisan anda, terimakasih.

    BalasHapus
  7. Wangsa Syailendra awal mulanya beragama Hindu yang beralih ke Budha, menguasai kerajaan Sriwijaya dan Medang di Jawa Tengah

    BalasHapus