Hubungan
jepang dengan asia dan eropa dimulai sejak abad 16-18 hubungan itu dimulai
dengan perdagangan yang berlangsung antara jepang dengan cina,serta berlanjut
dengan Negara negara barat atau Eropa.perdagangan ini dimulai dari utusan
jepang yang pembawa upeti yang dikirim ke Sung,terhenti oleh kebnijakn Cina
pada tahun 1549,kemudian oleh perang pada tahun 1592 namun tidak lama hubungan
itu digantikan dengan hubungan yang lebih berimbang yakni perdagangan.Yang berlandaskan
perdagangan laut secara illegal.Pada masa ini orang juga menyebut sebagai
‘’abad kristen’’ karena pada masa ini orang eropa selain melakukan perdagangan
juga melakukan penyebaran agama.Namun anggapan itu salah kiranya karena
akhirnya agama Kristen ditolak.
Pada
tahun tahun awal abad ke-16,utusan utusan yang dikirim Ashikaga ke Cina dalam
pandangan jepang lebih banyak berguna
untuk tujuan berdagang. Sebagian besar pelayaran bertolak dari hataka di bawah
perlindungan tuan tahan Quchi.Kapal - kapal yang ikut dalam pelayaran, biasanya
terdiri dari tiga buah, berukuran kecil, dan lebih dari separuh penumpang
adalah para pedagang yang membayar uang sewa ruang untuk barang.Barang barang
yang mereka bawa untuk hadiah untuk istana Ming terdiri atas bahan mentah,dan
hasil kerajinan tangan jepang seperti kipas dan tabir pembatas ruang,barang
barang dari lacquer,pedang dan baju besi.Barang barang ini akan diserahkan
kepada pemerintah Cina,tetapi apabila ditolak akan ditawarkan kepada pasar
bebas.Sedangkan hadiah hadiah dari istana Ming yang dibawa pulang mencakup uang
logam temabaga dalam jumlah besar-yang sangat diminati oleh orang Jepang,yang
secara teratur dipesan karena penting untuk perdagangan dalam negeri.Hadiah
hadiah dari Cina lainnya meliputi kain sutra halus dan benda benda seni.Para
pedagang juga membawa pulang hasil jualan mereka dalam bentuk uang logam
tembaga,tetapi mereka juga membeli kain
sutra jenis standar,yang laris di Jepang.Semua barang ini termasuk barabg impor
yang bernilai tinggi,yang menghasilkan laba yang sangat besar.Tidak mengerankan
apabila terdapat munculnya para perompak jepang yang disebut(wako) yang ingin
merampas barang bawaan para pembawa upeti.Dalam abad ke-15,upaya keluarga Ashikaga
dan istana Ming berhasil pada batas tertentu untuk mengendalikan perompak,tepai
keputusan istana Ming untuk mengakiri kunjungan utusan resmi jepang setelah
tahun 1549,dan memberlakukan pembatasan perdagangan seperti yang diberlakukan
pada Negara Negara lain di luar sistem upeti,membuka peluang baru bagi perompak
Setelah tahun 1560 upaya upaya istana Ming untuk membangun pertahana untuk
menangkis perompak laut mulai membawa haisl,sedangkan dicabutnya larangan
berdagang pada 1567 menyebabkan penduduk di pantai selatan enggan melakukan perdaganga
dengan wako.
Keadaan
ini mendukung upaya portugis untuk memperoleh tempat berpijak di Jepang.Setelah
berhasil di Goa dan Malaka,Portugis mula mula mengirim armada kapalnay
keperaian Cina pada tahun 1514,teapi hamper tigapulah tahun kemudian
serombongan orang Portugis sampai di Tanegashima,sebuah pulau di sebulah teluk
Kagoshima.Meraka dating menunpang sebuah jung dari Cina.Setelah itu kapal kapal
Portugis sendiri mulai berdatangan dari Kyusu,tetapi baru setalah Cina
mengizinkan Portugis mendirikan pemukiman di Macao (1557) dan seorang tanah
feodal Jepang menepatkan Nagasaki dibawah yuridis Jesuit (1571) maka pola
perdaganag yang teratur mulai muncul.Sejak itu, kedua pelabuhan ini berperan
sebagai terminal perdagangan tetap antar Cina dan Jepang, menggunakan kapal
kapal Portugis yang memiliki persenjataan lengkap sehingga mampu menangkal
serangan.Portugis berlayar setiap tahun dari Cina ke Jepang.Perdagangan ini
memberikan keuntungan yang besar bagi Portugis. Namun orang Portugis tidak
dibiarkan lama lama menikmati laba mereka dengan aman karena terdapat saingan
mereka yaitu Spanyol yang setelah menaklukan Filipina mulai berdagang di
Jepang.Belanda juga menjadi saingan Portugis di seluruh perairan Asia.Belanda
berhasil mendirikan kantor perdagangan di Hidaro pada tahun 1609. Ketiga
pendatang ini menemukan bahwa terlalu tergantungan perdagangan jepang oleh
Cina.Oleh karena itu mereka melakukan trik yang hapir sama dilakukan oleh Cina
yaitu harus membawa barang barang yang diminati oleh orang Jepang. Daintaranya
sutra kasar dan sutra halus,kayu sapon(sappan) dari Siam dan kulit.Sementara
itu Spanyol, Belanda dan Inggris mereka memperoleh barang - barang Cina untuk
Jepang melalui jaringan dagang yang dibangun pedagang pedagang Cina da Asia
Tenggara.Orang Spanyol berdagang dengan masyarakat Cina di Manila,dan
mengirimkan labanya ke negerinya dalam bentuk perak lantakan Jepang,hal yang
sama yang dilakukan oleh Portugis.Sedangkan orang Belanda,di Batavia
menggunakan pedagang Cian yang ada di Indonesia.Barang barang yang dibeli untuk
dijual ke Jepang sama dengan barang barang yang dibawa oramg Portugis.seperti
sutra,porselen,wangi wangain dsb.Bagian terbesar dari ekspor Jepang untuk
membayar barang barang terdiri dari perak lantakan.
Namun pada perdagangan ini juga terlibat
kaum perompak(wako)-setidak tidaknya perompak Jepang-sudah tidak punya lagi
peluang untuk mencari makan dengan cara merompak karena langkah langkah yang
diambil Hideyoshi dan Ming untuk membasmi mereka.Hideyoshi juga mengeluarkan
peraturan untuk mengendalikan mereka,dengan mengaruskan mereka berlayar dengan
menggunakan surat izin yang ditandai dnegan stempel merahnya (shuin) setiap
kali perompak hendak berlayar.Tokugawa Ieyasu penerusnya juga menruskan praktek
ini ketika ia masih berkuasa.Menurut perkiraan kapal kapal bercap merah milik
perompak ini membawa kembali antara 50 dan 70 persen sutra dan barang barang
dagangan ke Jepang,ini berati mereka pesaing berat bagi pedagang Eropa.Untuk
membantu mereka dalam memperoleh barang kapal kapal bercap merah ini mendirikan
masyarakat jepang di berbagai pelabuhan di luar negeri,yang terbesar adalah
yang berada di Manila,yang berpenduduk sekitar 3.000 oarng pada tahun
1606.Pemukiman ini juga tidak bisa bertahan lama karena peraturan dari Iemitsu
pada 1635.
Setelah tahun 1639 hanya orang Belnda yang
bertahan dari antara para pedagang Eropa dalam perdagangan tidak langsung
dengan Jepang dan Cina.Pedagang Inggris sudah mengundurkan diri pada tahun
1623.Sedangkan Bakufu melarang kapal Spayol masuk Jepang karena terjadi sebuah
perselisihan pada tahun 1624.Pedagang Portugis menjadi korban dari larangan
atas agama Kristen.Karena merek dicurigai membri bantuan kepada para pendeta
Jesuit dan pemberontak Jepang,pedagang Portugis diperintahkan meninggalkan
Nagasaki selama lamanya pada tahun 1639,dan ketika sebuah utusan dikirim dari
Macao pada tahun 1640 yang meminta agar laranagn itu di cabut para pemimpin
utusan itu dihukum mati karena tidak mematuhi perintah Shogun.Sedangkan orang belanda
yang dianggap sebagai protestan itu meraka tidak termasuk orang Kristen menurut
pengertian orang Jepang.Namun lama kelamaan mereka juga dicurigai oleh orang
Jepang.itu terbukti pada tahun 1641 mereka dipindahkan dari Hirado kepulau
Deshima di pelabuhan Nagasaki,yang semula ditetapkan sebagai pemukiman orang
Portugis.Hanya di pulau itu saja orang Belanda boleh berdagang,sejak itu juga
gerak gerik mereka selalu diawasi dengan ketat,jumlah jenis dan barang yang
boleh mereka beli ditentukan oleh peraturan,dan juga jenis kapal dari jawa yang
merapat disana.semua kegiatan dagang harus dilakuakan melalui sebuah kelompok
dagang yang memiliki monopoli dibawah pengawasan ketat wakil Bafuku yang ada di
situ.
Pembatasan pembatasan itu dipatuhi oleh
orang Belanda pada awalnya karena masih memiliki keuntungan yang besar yang
diperoleh dari perdagangan itu,tetapi keadaan ekonomi dari tahun ke tahun terus
tidak menguntungkan.jepang mengenbangkan industri sutra sendiri,ini mengurangi
ketergantungannya dengan Cina untuk semua barang kecuali yang bermutu tinggi.Produksi
perak menurun karena tambang tambang perak yang mudah dijangkau sudah tergali
semua,setelah tahun 1668 juga ada pembatsan perak yang dibawa keluar Jepang
secara resmi.Akibat dari dua perubahan ini,sulit bagi orang Belanda memperoleh
laba dan pada abad ke-18 laba sama sekali tidak lagi dapat diperoleh.
Korea dan Ryukyu
Hubungan
dengan korea dan ryukyu pada tahun-tahun ini berjalan dalam lingkup kelembagaan
yang berpusat di cina yang sudah lama dikenal, yakni dengan sistem upeti. Pada
abad ke 15, ashikaga mengakuai shogun sebagai “Raja Jepang”, yang berarti
merupakan vassal dari cina, dan membuka jalan untuk berhubungan dengan dinasti
Yi, yang menguasai korea bersatu setelah tahun 1392. Keluarga So, tuan-tuan
tanah di Tsushima,bertindak sebagai perantara diantara keduanya, dengan
mengirimkan utusan ke Korea atas nama Jepang. Mereka juga berdagang
barang-barang yang di ekspor jepang ke Ningpo, dan mengimpor kulit, ginseng,
dan madu, kain katun, yang menjadi komoditi utama dibanding Sutra.
Pada
tahun 1443, dengan harapan dapat mengurangi serangan perompak ke pantai korea,
dinasty Yi mengadakan perjanjian yang mengizinkan 200 kapal jepang berkunjung
ke Pusan setiap tahun. Upaya-upaya jepang untuk memperluas wilayah
perdagangannya sama seperti upaya mereka di pantai cina yang menimbulkan
perselisihan hebat dan menjadikan perdagangan terputus beberapa lama
(1510-1512), tetapi perdamaian berhasil diwujudkan dan perdagangan berlangsung
sepanjang abad-16.
Hideyoshi
yang tidak setuju dengan pendapat dinasti So dan para pedagang Tsushima yang
menganggap korea penting untuk jepang, merencanakan penyerangan ke Kyushu, dan
akan menguasai kyushu sebagai pangkalan militer Korea. Dia menjalankan rencana
ini setelah keluarga Shimazu dan Hojo telah dikalahkan, serangan ke luar negeri
akan memberi Daimyo jepang sesuatu yang lain dari perang saudara yang membuat
mereka sibuk. Hideyoshi juga merencanakan serangan ke cina melalui korea, dan
ia akan menjadi Raja Jepang di singasana cina, kemenangan ini juga akan membuka
jalan ke India.
Pada
bulan april 1592, tiga vasal dari hideyoshi yang memiliki tanah-tanah luas di
Kyushu, salah satunya adalah Kato Kiyomasa dari kumamoto, Daimyo Kristen,
konishi Yukinaga dari Higo, dan Kuroda nagamasa dari nakatsu, bergabung untuk
mengadakan persiapan pengiriman pasukan cadangan ke utara Kyushu, sebuah markas
besar didirikan di Nagoya dan di Hizen, kapal-kapal besar diawaki oleh mantan
Wako, berjumlah beberapa ribu orang dari jumlah prajurit yang lebih dari
150.000 orang.
Hampir sepertiga
pasukan itu mendarat di Pusan pada awal Mei 1592. Pasukan yang dipimpin Kato
dan Konishi menaklukkan Seoul pada 12 Juni, setelah itu pasukan jepang terbagi,
konishi menaklukkan Pyongyang (23 Juli), kato maju ke utara menuju perbatasa
sungai Yalu dengan manchuria, dan Kuroda bergerak ke arah timur laut. Unit lain
menyebar menaklukkan korea tengah dan selatan.
Kekuatan
korea ternyata diluar perkiraan jepang, di bawah laksamana Korea Yi Sun-sin,
jepang hanya berhasil membuka jalan ke laut Pusan, tetapi gagal masuk ke laut
kuning, tempat mereka seharusnya memberi dukungan kepada kato dan konishi. Di
darat, kebijakan militer Jepang yang sangat keras menimbulkan perlawanan
setempat, sehingga jepang kesulitan mengirimkan perbekalan kepada pasukannya di
utara. Pada bulan Juli 1592, pasukan kecil cina yang berhasil menyeberangi
sungai Yalu berhasil dipukul mundur, sebelum datang pasukan besar yang memaksa
Konishi mundur ke Seoul pada Februari 1593. Sisa prajurit jepang yang masih di
Pusan bertahan hidup dengan menggarap tanah selama 4 tahun.
Pada bulan Desember 1596 utusan Cina
kembali menunggu Hideyoshi, kali ini di Osaka, mereka sudah siap menobatkannya
menjadi raja, saat itulah Hideyoshi menyadari jika ada tipu muslihat yang
mengatasnamakan dirinya. Ia marah sejadi-jadinya, dan mengusir utusan Cina itu
dari Jepang, dan melakukan persiapan kembali untuk berperang. Banyak pasukan
dalam jumlah besar dikirim ke Korea. Konishi dan rekan-rekannya melancarkan
serangan kembali pada Agustus 1597, dengan tujuan untuk menguasai empat
provinsi di Korea yang dituntut oleh junjungan mereka. Namun serangan itu
sangat sulit karena Korea lebih unggul di laut, ada sebuah pasukan besar Cina
yang sudah menunggu di medan pertempuran. Jepang berhasil maju ke Seoul sebelum
musim dingin tiba, namun di tahun baru pasukan Jepang mendapatserangan yang
besar, Konishi melakukan pertahanan di pangkalannya Pusan, berita mengenai
kematian Hideyoshi (18 September 1598) menyebabkan operasi militernya dihentikan.
Pasukan Jepang yang semula berada di Pusan untuk mempertahankan kekuasaan mulai
ditarik mundur ke Jepang.
Pada
tahun 1606 terjadi pertemuan antara utusan Korea dengan Tokugawa Leyashu di
Fushimi, pertemuan lebih intim lagi dilakukan di Edo dua tahun kemudian,
tawanan perang dipertukarkan, perdagangan dipulihkan dengan syarat jumlah kapal
dibatasi hanya 20 saja, banyak pemukiman Jepang yang dijaga Samurai didirikan di pinggir Pusan, perutusan Jepang dan
Koreadimulai kembali.
Dibalik
kedekatan ini ada banyak pemalsuan surat-surat oleh Keluarga So, utusan kepada
Hedetada adalah hasil dari surat yang mereka palsukan,dengan tanda tangan
Shogun sebagai “Raja Jepang”, sehingga menimbulkan kesan bahwa Jepang puas
dengan sistem Upeti, penipuan ini berhasil dijalankan sampai tahun 1635. Pada
tahun itu pemalsuan surat ini diketahui oleh Bakufu akibat perselisihan di Tsushima, orang-orang yang terlibat
dalam pemalsuan ini dihukum, tetapi tidak berat. Sebuah keputusan Edo yang
menganggap bahwa Shogun akan
menggunakan gelar yang sama sekali baru, yakni Taikun (Tycoon), dalam urusannya dengan Korea, untuk menghindari
kesan bahwa ia bawahan Cina, sebuah utusan Korea mengucapkan selamat kepada
Jepang pada tahun 1636 yang menandai akhir sengketa ini.
Munculnya
sikap Jepang yang mengakui bahwa Jepang menduduki posisi di Asia Timur yang
sebanding dengan posisi Cina. Menulis mengenai dua dunia dengan “Dua Pusat”,
para sejarawan menyiratkan ada kesamaan antara kedua pusat tersebut. Beberapa
menyebut Jepang Chugoku (Chung-kuo),
“Negeri Tengah” sebutan yang Cina
sebagai lambang dari Dunia Konfusius.
Pada
abad ke-15,karena adanya pembatasan-pembatasan yang dikeluarkan Ming atas
perdagangan dengan jung Cina, Ryukyu
menjadi entrepot bagi jalur-jalur
pelayaran pelabuhan Cina dengan Asia Tenggara. Pulau-pulau itu memiliki hak
untuk mengirimkan utusan pembawa upeti dan untuk berdagang dengan daratan Cina.
Karena Satsuma juga berdagang dengan Ryukyu, Kyushu selatan karena itu memiliki
hubungan “rahasia”, tidak saja dengan Cina, tetapi juga dengan jaringan
pelayaran yang sampai menjangkau Indonesia.
Ketika
Hideyoshi merencanakan merencanakan serangan ke Cina, ia meminta bantuan dari
Ryukyu dan Korea. Ia tidak diacuhkan. “Raja” pulau-pulau itu juga tidak
menjawab berbagai upaya Satsuma beberapa tahun kemudian untuk membujuk “Raja”
mengakui kekuasaan Tokugawa Ieyasu. Akibatnya Jepang melancarkan serangan pada
tahun 1609, atas perintah Tokugawa, tetapi dilaksanakan oleh 3000 prajurit dari
Satsuma. Setelah itu Kagoshima menempatkan wakil-wakilnya di Ibukota Ryukyu,
yang bertugas mengawasi pulau itu.
Dengan
cara ini Jepang menikmati di Korea dan Ryukyu manfaat perdangan ini
anggota-anggota sistem upeti Cina, tanpa harus menjadi anggota secara resmi.
Perdangan langsung dengan Cina terus barjalan secara ilegal menggunakan
jung-jung Cina yang berlayar ke Nagasaki, untuk memperoleh pengetahuan mengenai
peradaban Cina yang berubah-ubah. Perdagangan dengan Korea dan Ryukyu tidak
terlalu penting tetapi memungkinkan Shogun
menghilangkan rasa malu karena statusnya sebagai vasal. Ia bahkan punya
prestice di wilayahnya, karena itu juga penerima upeti.
Agama Kristen dan Pengucilan Diri
Perdagangan
dengan Eropa tidak membawa implikasi politik semaca ini, selain itu meski
membawa keping-keping informasi yang berguna mengenai cara membuat Senjata,
ilmu hitung artileri, praktik Navigasi dan Kartografi, dan teknik-teknik
menambang dan membuat benteng pertahanan, perdagangan Eropa meski ada
sumbangannya namun dianggap kecil kepada seni lukis dan seni memasak Jepang.
Para pendeta yang ikut berlayar mungkinmembawa dampak keagamaan yang besar,
namun hadirnya agama Kristen ditolak pada abad-17 tanpa membuka satu budaya
yang penting.
Penyebaran
agam Kristen pertama kali tiba di Jepang terdiri dari tiga pendeta Jesuit, salah
satunya Francis Xavier, yang tiba di Kagoshima dengan sebuah jung Cina pada
tahun 1549, dan ia meninggalkan Jepang di tahun 1551, menuju Goa dengan maksud
akan pergi ke Cina, karena itu tidak banyak waktu yang dimilikinya untuk
menanamkan pengaruhnya di Jepang. Tetapi dengan mencari hubungan dengan istana
raja Kyoto, dan kemudian medapatkan perlindungan dari keluarga Otomo, yang
tengah muncul sebagai tuan tanah terkuat di Jepang Barat. Mereka mendapatkan izin untuk tinggal di
Kyoto pada tahun 1560, ini memungkinkan mereka memperoleh peluang untuk mencari
hubungan dengan pusat kekuasaan nasional. Mereka berhasil mendapatkan pengaruh
di kota itu dan di provinsi-provinsi sekitar. Namun Kyushu, tempat kapal-kapal
dagang berlabuh menjadi pangkalan utama mereka.
Pada
tahun 1563, dalam sebuah peristiwa yang kemudian ternyata menjadi sebuah
peristiwa kunci sejarah agama Kristen di Jepang, mereka berhasil mengajak Omura
Sumitada, Daimyo dari bagian Hizen di
baratdaya pulau itu menjadi penganut agama Kristen, ia mengizinkan penyebaran
agama itu di Nagasaki pada tahun 1571, dan mengeluarkan perintah mewajibkan
penduduk di wilayahnya semua menjadi penganut agam Kristen pada tahun 1574, dan
meletakkan Nagasaki yurisdiksi Jesuit pada tahun 1580. Otomo Sorin dan seorang daimyo yang lain dibaptis pada sekitar
waktu ini, dan diikuti oleh penduduk yang ada dibawah kekuasaan mereka
masing-masing, sehingga jumlah penganut Agama Kristen di Jepang naik menjadi
150.000, angka ini konon menjadi dua kali lipat
pada tahun 1600.
Keberhasilan
yang dicapai kaum Jesuit disebabkan doktrin-doktrin kuat yang di bidang
perdagangan, selain juga dari agama itu sendiri. Daimyo Kyushu yang berkepentingan menjaga perdagangan dengan Cina,
melihat beberapa nakhoda Portugis sangat menghormati pendeta Jesuit, yang
intinya kkaum Jesuit diberi hak istimewa di pelabuhan itu,seperti di Nagasaki
yang merupakan pelabuhan tetap bagi perdagangan setelah perlakuan baik Omura
pada kaum Jesuit. Selain itu para kaum Jesuit adalah orang-orang yang berpengetahuan,
yang tidak terbatas pada pengetahuan agama tetapi juga berbagai bidang ilmu dan
teknologi, termasuk ilmu tetang persenjataan.
Serangan
ke Kyushu memberi Hideyoshi pengetahuan awal mengenai agama Kristen. Sebagai
peguasa ia, ia menolak peran administrasi kaum Jesuitdi Nagasaki, sangat tidak
suka dengan campur tangan mereka di bidang politik, dan merasa tersinggung oleh
kabar-kabar mengenai sikap toleran kaum Jesuit terhadap agama lain. Semua ini
dirasa cukup bagi Hedeyoshi untuk menerapkan pengendalian yang lebih ketat atas
para penyebar kagamaan itu. Kesulitan dihadapi Nobunaga sebelumnya dapat
meredam pengaruh sekte Ikko menjadi peringatan mengenai apa yang terjadi bila
agama Kristen dibiarkan menyebar.
Segera setelah serangan ke Satsuma berakhir, Hideyoshi
mengeluarkan keputusan memerintahkan pendeta Kristen meninggalkan Jepang. Isi
dari keputusan itu diawali dengan kata-kata yang sudah berabad-abad digunakan,
“Jepang adalah tanah dewa-dewa(kami)”.
Dari kata-kata itu secara tidak langsung menuduh pendeta sebagai penghasut
penyerangan atas biara dan kuil, dan penghasut “lapisan masyarakat bawah” untuk
melanggar hukum. Sehari sebelumnya ia telah melarang perpindahan agama secara
massal yang dilakukan atas tuan tanah feodal, karena dianggap dari sisi politik
sebagai kegiatan subversif. Pada masa yang datang,pindah agama harus dilakukan
secara pribadi atas izin dari wakil penguasa ( untuk samurai) atau dari kepalarumah tangga (untuk orang biasa).
Keputusan ini tidak dimaksudkan sebagai langkah awal
melarang agama Kristen, karena gerakan anti Jesuit diambil sepuluh tahun
berikutnya. Namun mulai tahun 1593, paderi Dominikan dan Augustinian dari Mania
mulai tiba di Jepang. Yakin akan dilindungi dari raja Spanyol, mereka berkotbah
secara terbuka, tanpa peduli dengan peerintah Hideyoshi, dan mengesampingkan
cara-cara lebih halus yang digunakan paderi Jesuit untuk menyebarkan agama,
yakni melalui para penguasa. Merasa disepelekan, Hideyoshi memberi peringatan
tajam kepada orang asing itu mengenai keinginannya, pada bulan Februari 1597,
dua puluh enam penganut Kristen, termasuk tiga Jesuit dan enam Franciscan
disalib di Nagasaki. Peristiwa ini merupakan awal dari pembantaian agama
Kristen secara besar-besaran dalam masa kekasaan Tokugawa.
Tokugawa Ieasyu khawatir jika ia terlalu keras memerangi
agama Kristen, perdagangan luar negeri akan terancam, tetapi ia juga meragukan
kesetiaan mereka, karena diakhir tahun 1614 mereka juga membantu mempertahankan
benteng Osaka. Karena itu setelah jatuhnya benteng itu Tokugawa melarang agama
mereka dan memerintahkan pengusiran penyebar agama Kristen yang tetap tinggal
di Jepang tanpa mengindahkan perintah Hideyoshi, semua rakyat Jepang waktu itu
harus mengikuti sekte-sekte dari agama Buddha.
Hidedata dan Iemitsu, shogun kedua dan ketiga Tokugawa, mengambil langkah yang lebih
keras lagi setelah Ieasyu meninggal padatahun 1616, dan setelah dua puluh tahun
setelah itu, ribuan orang Kristen dan banyak pendeta asing dijatuhi hukuman
mati, biasanya disalib atau dipaksa meninggalkan agama melalui penyiksaan. Akan
tetapi masih banyak orang-orang Kristen yang bersembunyi dibalik agama Buddha
yang mereka jadikan selubung di Jepang pada abad ke-19.
Tidakan terhadap agama Kristen lebih mudah, kerena
setelah tahun 1600 agama itu sudah tidak dibutuhkan dalam perdagangan luar
negeri. Krena banyaknya persaingan dari
Eropa maupun negara Jepang sendiri, Portugis kehilangan monopoli barang impor
dari Cina. Tidak hanya orang-orang Portugis tetapi juga orang Spanyol, Belanda
dan Inggris juga turut mengambil bagian dalam impor Cina. Demikian juga dengan
pelayaran dengan kapal shuin-sen
Jepang sendiri. Jung-jung Cina di Nagasaki, dan jung-jung Jepang di Tsushima
dan Pusan merupakan sumber baru persediaan barang. Orang-orang Portugis dan
Spanyol yang memiliki hubungan dengan agama Kristen yang di perbolehkan
berdagang. Rupanya dengan pertimbangan ini, Hidedata dan Iemitsu merasa bebas
untuk mengambil sikap lebih ketat mengendalikan perdagangan luar negeri dan
agama Kristen.
Pada tahun 1616, Hidedata melarang perdagangan selain di
Nagasaki dan Hirado, membatalkan izin yang lebih longgar yang diberikan kepada
orang Inggris sebelumnya. Pada tahun 1636 Iemitsu menetapkan bahwa orang Cina
hanya boleh datang ke Nagasaki, dan melarang orang Jepang tinggal diluar negeri dengan ancaman hukuman mati bagi yang
melanggar. Ia dengan demikian mengakhiri perdagangan dengan kapal shui-sen. Hanya orang Cina, Portugis,
dan Belanda yang boleh menjalankan kegiatan perdagangan luar negeri bagi
Jepang.
Terjadi pemberontakan Petani besar-besaran pecah di
semenanjung Shimabara, tidak jauh dari Nagasaki di awal tahun 1638. Banyak
sekali orang Kristen yang ambil alih dalam pemberontakan itu, yang tampaknya
terdorong akibat rasa jenuh yang telah dipendam puluhan tahundan hidup dalam pengejaran
pemerintah. Orang Portugis yang mempunyai lebih banyak musuh dari pada teman di
Jepang karena persaingan dalam dagang, dituduh membantu pemberontak secara
langsung dengan senjata, dan secara tidak langsung menyelundupkan pendeta ke
Jepang, dan pada tahun 1639 ini dijadikan alasan untuk memutuskan hubungan
dagang dengan Macao. Orang Belanda memberi bantuan kepada Bakufu untuk memadamkan pemberontakan itu selamat dari krisis,
tetapi mereka dipindahkan dari Hirado ke pulau Deshima di pelabuhan Nagasaki,
dikarenakan memudahkan pengawasan.
Pemukiman orang-orang Belanda di Deshima terjadi lebih
dari 200 tahun lamanya, dampak mereka bagi perekonomian Jepang tidak besar,
tetapi ada dampak lain yang lebih penting setelah tahun 1700, yakni pengetahuan
luar negeri yang luas bagi Jepang, sehingga dapat disimpulkan selama masa
kekuasaan Tokugawa, Jepang merupakan negeri yang tertutup “sakoku”, tetapi kesimpulan ini tidak menjadi patokan utama, karena
dalam kenyataannya masih ada hubungan dengan Korea dan Ryukyu, yang membuka
pintu perdagangan ke Cina.
Kadang-kadang ada upaya dari orang Eropa untuk kembali
membuka perdagangan, akan tetapi tidak mendapat sambutan sama sekali, langsung
ditolak karena dianggap melanggar “ Hukum Adat”, juga ditolak dengan kekerasan.
Jepang melihat dunia barat, terutama Eropa melalui tabir permusuhan dan penuh
kecurigaan, ketika Jepang harus berhadapan pada abad ke-19 yang dilandaskan
pada kemajuan Industri, menjadi acuan bagi Jepang untuk dan rakyat Jepang untuk
memberi jawaban atas tantangan dari dunia luar selama beberapa tahun yang
sangat menentukan.
Hubungan Jepang dengan Asia dan Eropa
dimulai sejak abad 16-18 hubungan itu dimulai dengan perdagangan yang
berlangsung antara jepang dengan cina,serta berlanjut dengan Negara Barat atau
Eropa. Dimulai dengan hubungan Jepang dengan China sekitar abad 16 . Utusan -
utusan yang dikirim Ashikaga ke Cina dalam pandangan jepang lebih banyak berguna untuk tujuan berdagang.
Hubungan perdagangan China dan
Jepang merupakan perdagangan yang illegal. Perdagangan antara dua Negara ini
dihubungkan melalui perantara kapal – kapal Portugis. Hal ini menjadi
keuntungan dari Portugis, namun pesaing – pesaing Portugis mulai bermunculan.
Belanda dan Spanyol memulai aktivitas perdagangannya di Jepang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar