Rabu, 16 Mei 2012

PENGERTIAN EKSISTENSIALISME

Pengertian Eksistensialisme Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang memiliki misi mengangkat derajat kemanusiaan dan menegaskan kapasitas manusia yang berpusat pada individu karena manusia memiliki akal, kebebasan, kehendak dan alternatif sehingga tidak membutuhkan Sang Pengarah. Konsep ini tergolong dalam sederet orientasi pemikiran yang sangat kontras dan tidak punya pijakan filosofis yang jelas. Karena ketidak-jelasan dan kegalauan tersebut, makanya paham ekstensialisme tidak mendapatkan tempat dalam deretan tatanan teologi dan pemikiran . Penulis mengistilahkannya dengan aliran filsafat, karena ekstensialisme tidak pantas disebut sebagai sebuah filsafat dan paham, ia hanya merupakan sebuah orientasi pemikiran yang mempresentasikan paradigma para pengikutnya yang menjadikan konsep keber-Ada-an manusia sebagai titik awal keberadaan . Eksistensialisme merupakan aliran yang cukup berpengaruh sesudah Perang Dunia II. Awalnya, Eksistensialisme lebih merupakan sebuah gerakan pemikiran daripada sebuah sistem pemikiran. Tokoh yang terkenal antara lain: Nietzsche, Sartre, Albert Camus. Seperti halnya dengan fenomenologi, eksistensialisme dapat lebih mudah dipahami sebagai aliran pikiran yang tumbuh sebagai reaksi terhadap aliran-aliran sebelumnya. Eksistensialisme disisi lain juga dapat dipahami sebagai reaksi kritis terhadap agama dan lembaga-lembaga poltik yang sudah tumbuh sebagai sebuah sistem. Agama telah begitu terperngkap dalam sebuah sistem instituisi dan birokrasi yang sangat determik. Akibatnya agama tidak sesuai lagi dengan pengalaman dasar dan cita-cita manusia. Eksistensialisme seolah-olah menganggap bahwa sistem pemikiran atau pengetahuan yang demikian tidak mendukung kebahagian manusia, bahkan membelenggu manusia. Oleh karena itu, eksistensialisme lebih merupakan suatu aliran yang anti intelektualisme, anti determinisme, antisistem. Eksistensialisme berusaha untuk mendapatkan segala sesuatu sebagai bagian dari proses hidup dan kehidupan manusia yang tumbuh dan menyejarah. Eksistensialisme menciptakan kebahagiaan, kebebasan, manusiawi, menjauhkan alienasi serta menumbuhkan autentisitas. Karena sifatnya yang antisistem dan anti determinisme itu, maka aliran ini menghadapi maslah-masalah mendasar mengenai hidup manusia. Masalah tersebut adalah kemerdekaan individu, kebersamaan, antara hidup dapat bermakna dan hidup yang serba absurd, antara hidup sebagai kemungkinan-kemungkinan dan hidup sebagai keharusan untuk mengambil pilihan-pilihan. Tercakup pula didalamnya, permasalahan-permasalahan seperti antara kebebasan dan prinsip, antara autentisitas pribadi dan kompromi, serta keterbukaan . 2.2 . Faktor-faktor Kemunculan Eksistensialisme Eksistensialisme lahir sebagai reaksi terhadap hegemoni gereja dan perlakuan menyedihkan terhadap kemanusiaan dengan memakai simbol-simbol agama. Eksistensialisme banyak dipengaruhi oleh paham sekularisme dan aliran-aliran materealisme lain yang mengiringi kebangitan Eropa, karakternya adalah melakukan penentangan dan pemberontakan terhadap gereja. Paham ini sering juga terpengaruh oleh kaidah Sokrates (kenalilah dirimu lewat dirimu), aliran filsafat Stoicisme, pergerakan yang mengkampanyekan atheisme dan liberalisme. Mimpi buruk Perang Dunia II dan perasaan takut terhadap kefatalannya, menjustifikasi kemunculan aliran eksistensialisme dengan cepat, (malapetaka perang Dunia II dan kehancuran dunia akibat perang merupakan pengalaman pahit yang harus ditelan kemanusiaan, iklim seperti ini sangat mendukung lahirnya paham eksistensialisme dengan doktrin dan interpretasinya, perasaan yang gundah dalam jiwa manusia merasa bahwa alam berjalan menuju kehancuran dan kealpaan) . Untuk itu mereka mengklaim bahwa eksistensi sejati hanya milik manusia, pada gilirannya ia bebas menciptakan dan memilih sesuatu sekehendaknya. Manusia kuasa menciptakan dirinya, apatis, bahkan menentang semua batasan dan aturan yang mengikatnya . Dalam artian, manusia berhak menghantam semua batasan-batasan etika, sosial dan agama. Dengan bersikap egiois dan apatis dalam menilai sesuatu. Sebuah solusi lugu yang memusingkan, yang tidak lain hanya akan menambah hancur kehidupan berupa kemunduran umat manusia, keterbatasan diri dan kurang memahami tujuan hakiki dari hidup dan atas alasan apa sesuatu itu ada . Jadi eksistensialisme sebuah filsafat nihilisme negatif dari A sampai Z yang ingin membunuh karakter berpikir dalam diri manusia, dan melumpuhkan potensi pemanfaatan akal dan logika. Paham ini mengklaim jika kalian ingin solusi, maka bunuhlah akal dan logika dari dirimu apalagi agama dan Sang Pencipta. . 2.3 Tokoh-Tokoh Eksistensialisme • NIETZSCHE Friedrich Wilhelm Nietzsche dilahirkan di Röcken, Prusia, pada tanggal 15 oktober 1844. Nietzsche sangat menaruh perhatian pada masalah moral dan nilai. Memandang bahwa moralitas yang ada di masyarakatnya sering digunakan untuk melayani tujuan-tujuan yang tidak bermoral, Nietzsche pun menyerukan evaluasi ulang terhadap seluruh nilai-nilai. Ia menegaskan, tidak ada penentu akhir atas nilai-nilai itu di luar pengalaman kepuasan (satisfaction). Penolakan Nietzsche terhadap setiap standar moral yang absolut jelas sangat berpengaruh pada Sartre dan Albert Camus. Namun, kecenderungan Nietzsche untuk menolak bahwa manusia bertindak secara bebas, serta pandangan Nietzsche tentang naturalisme biologis, menempatkannya pada jarak tertentu dari eksistensialisme. Nietzsche bahkan mengusulkan suatu seleksi yang drastis untuk tujuan melahirkan manusia-manusia agung ,antara lain dengan jalan eugenika serta memberika pendidikan –pendidikan yag istimewakepada mereka yang kuat dan cerdas. Akan tetapi Nietzche menegaskan bahwa kecerdasan saja tidak cukup untuk menumbuhkan seorang yang agung.Manusia Agung hanya ditumbuhkan oleh gabungan yang harmonis antara 3 hal: Kekuatan ,Kcerasdasan, dan Kebanggaan. Menurut Nietzsche ,Demokrasi adalah suatu gejala yang menunjukkan bahwa suatu masyarakat sudah menjadi busuk, dan tidak mampu lagi melahirkan pemimpin-pemimpin yang Agung .Demokrasi adalah pemerintahan kaum dagang semata-mata.Demokrasi adalah suatu mania belaka, dimna setiap orang sempat bersaing sambil berteriak sama rasa sama rata. • ALBERT CAMUS Albert Camus (1913-60), tidak sering disinggung dalam pengajaran eksistensialisme dewasa ini. Walaupun selalu membantah bahwa dirinya adalah seorang eksistensialis, Camus selalu diasosiasikan dengan sebutan itu. Dalam bukunya The Myth of Sisyphus (1942), Camus tidak memfokuskan diri pada masalah-masalah yang terkait dengan isu kebebasan, tetapi menekankan pada hakikat absurd dari eksistensi, bagaimana manusia menanganinya, dan bagaimana meneruskan kehidupan. Camus merujuk absurditas sebagai jurang antara apa yang diharapkan manusia dalamkehidupan dan apa yang mereka benar-benar temukan. Individu-individu yang mencari ketertiban, harmoni dan bahkan kesempurnaan, menurut Camus, tidak bisa menemukan bukti bahwa hal-hal yang diharapkannya itu eksis. • Jean-Paul Sartre Lahir di Paris tahun 1905, Keluarganya tergolong kelas menengah. Ayahnya tergolong katolik dan ibunya protestan, Jean Sartre terkenal sebagai anak yang fisiknya lemah sekali dan sensitif. Dia dikenal sebagai murid yang cerdas dan sangat berhasrat untuk belajar. Pada usia 21 tahun ia menempuh ujian bacalaureat dan lulus sekedar dengan yudisium saja. Pada tahun 1928 ia menempuh ujian untuk menjadi anggota pengajar. Akan tetapi gagal, namun setahun kemudian dia berhasil lulus. Setelah itu dia menjalani wajib militer sebagai juru rawat. Namun pada tahun 1931-1933 dia menerima jabatan sebagai guru besar filsafat pada lycum di Lehafre. ia menyelesaikan studi di Paris, mendapatkan gelar dalam spesialisasi filsafat tahun 1929, kemudian ditunjuk menjadi Profesor dalam bidang filsafat. Dalam menyampaikan materi kuliah, ia dikenal sebagai seorang dosen yang susah untuk dipahami, baik bahasa maupun maksudnya. Namun herannya lagi, para mahasiswa Jean menganugerahkan mahkota kebesaran dalam pengkultusannya. Ia dikenal sebagai orang yang paling rela berkorban demi paham eksistensialisme. Sartre berupaya meramaikan pangsa pasar pahamnya dengan menggunakan gaya-gaya kesusasteraan, cerita-cerita, penulisan skenario-skenario film dengan memanfaatkan ketenarannya dan gaya bahasanya yang memikat dalam jurnalistik, seolah ia memposisikan diri seperti agama dimana orang-orang mesti meminta padanya. Diantara karya-karyanya: (Ada dan Tiada) yang merupakan karya yang paling fenomenal, lalu (Eksistensialisme sebagai ideologi manusia) sebagai bantahan terhadap buku berjudul (eksistensialisme bukan ideologimanusia),(lalat)dan(pinturahasia). Sartre berkata: “tidak penting keimanan kita terhadap keberadaan Sang Pencipta, namun kita harus memahami bahwa permasalahan bukan terletak pada ada dan tiadanya Tuhan, yang menjadi problem adalah manusia harus mencari jati dirinya yang hilang, ia harus menerima bahwa tidak ada kekuatan di luar dirinya –sebesar apapun kekuatan tersebut- yang mampu melepaskannya dari jati diri” . Ia meneruskan: “sekarang kita ingin menyampaikan bahwa manusia telah ada sebelum segala sesuatu” . Ia menutup ucapannya: “bahwa manusia adalah pancaran khusus di sela-sela alam semesta, ia berhak membangkang pada siapapun, menciptakan dirinya sendiri tanpa harus menunggu Tuhan yang menciptakan, mengatur dan membatasi gerak-geriknya”. Eksistensialisme atheis versi Sartre tidak mengharuskan kepatuhan dalam motif apapun terhadap Tuhan secara mutlak . Sartre dikenal sering membantu pergerakan Zionisme, dukungannya secara transparan terhadap Israel dalam berbagai aspek tanpa memperhatikan penderitaan jutaan rakyat Palestina yang diusir dari negerinya sendiri. Sartre dan kekasihnya Simon De bu Fuar pernah berkunjung ke Mesir akhir abad 20 dan ia menyampaikan ceramah di Universitas Al-Azhar Kairo. 2.4 Eksistensialisme Pilihan ideologi dalam Agama. • Isalam versus Eksistensialisme Eksistensialisme termasuk salah satu dari sekian banyak konsep yang bertentangan dengan prinsip Islam, karena pandangannya yang kontradiktif dengan kehidupan pribadi dan sosial.Titik-titik krusial letak ketidaksepahaman Islam dan eksistensialisme: • Islam adalah agama monotheisme murni yang sudah didesain dalam sesempurna mungkin, Allah Taala adalah Pencipta alam dan semua yang ada dilangit dan dibumi, Dialah yang mengetahui urusan sebelum dan sesudah kejadiannya, Dialah Dzat yang Maha Sempurna, yang Maha Hidup dan tak akan pernah mati dan Dialah Allah yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, Dia-lah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Sementara eksistensialisme tidak mengakui eksistensi Allah dan hanya percaya pada kehidupan inderawi. Sama halnya dengan paham materialisme yang mengantarkan ke jurang atheisme dan kekafiran, sebagaimana diungkapkan oleh Sartre dalam bukunya “Eksistensialisme sebagai Ideologi Manusia” secara transparan dan tanpa tedeng aling-aling. Atas landasan ini, maka setiap muslim yang percaya pada ideologi ini berarti dia telah murtad (keluar) dari Islam dan telah kafir, sehingga layak diperlakukan sesuai dengan aturan-aturan keluarnya seseorang dari Islam yang telah dijelaskan secara detail dalam buku-buku fiqh. Bagi saudara yang ingin tahu lebih banyak seputar hal ini, silahkan buka kembali buku-buku fiqh yang khusus membahas masalah tersebut. • Islam menegaskan bahwa hubungan antara seorang hamba dengan Penciptanya merupakan hubungan yang akan meninggalkan efek positif. Allah Taala menurunkan syariatNya bagi manusia, didalamnya mencakup kaidah-kaidah umum dalam membangun sebuah infrastruktur masyarakat. Dan Allah mewajibkan hukum-hukum yang membuahkan norma-norma dan etika-etika terpuji yang akan menjaga nilai-nilai kemanusiaan dalam jiwa umat manusia, mengarahkan insting-insting hewani manusia dam menyucikan hawa nafsu yang selalu mengarahkan pada kejelekan. Nilai keadilan, kebenaran, kebaikan, keindahan, harga diri, cinta dan kemerdekaan merupakan nilai-nilai yang mustahil mengandung multi interpretasi sesuai dengan perjalanan roda kehidupan, sebaliknya eksistensialisme mengingkari norma-norma permanen yang telah berdiri kokoh, sebagaimana tergambar sekilas dari pandangan Sartre bahwa manusia bebas menentukan nilai dan perilaku yang cocok dengan keinginannya. Kesalahan mainstream ini telah berkolaborasi dengan aliran filsafat lain yang berpaham libertinisme, seperti dalam kehidupan seksual yang telah mengancam Eropa, Amerika dan negara-negara lain di dunia. Paham ini telah menggiring para generasi muda melakukan perilaku-perilaku yang tak senonoh, membangkang terhadap kemanusiaan, hidup dalam kerangka “kebinatangan” yang sangat jauh dari nilai kebaikan, keindahan, cinta dan citarasa. Buktinya, gelombang gaya hidup para generasi muda yang menjalani hidup dengan penuh kegalauan dan ketidakpastian. Hasilnya, mereka berusaha lari dari kenyataan hidup, terjun dalam kehidupan morphin, ganja dan minuman-minuman candu lainnya, disebabkan oleh pengaruh ganja ini akhirnya mereka melakukan kejahatan lain yang lebih beresiko tanpa ada sebuah naluri keagamaan dan kontrol sosial yang mengawasi. Kehidupan semacam inilah yang dirindukan oleh paham eksistensialisme. • Islam lebih memprioritaskan kemaslahatan umum dibanding kepentingan pribadi tapi bukan berarti menyia-nyiakan kepentingan pribadi, Islam mengajarkan individu guna menghormati kepentingan bersama ketimbang egoisme pribadi. Atas landasan ini, hukum dan perundang-undangan Islam secara implisit bersifat sosial-orientid, sementara eksitensialisme lebih mementingkan egoisme pribadi sehingga akan berujung pada kekacauan kehidupan sosial sebagai konsekwensi dari kebebasan masing-masing individu yang tidak menimbang kepentingan bersama. • Dengan berbagai media, Islam berusaha menebarkan bibit-bibit keoptimisan dalam menjalani hidup. Firman Allah Yusuf 87: Artinya: Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir". Sebaliknya eksistensialisme menerapkan konsep pesimistis dalam hidup yang menganggap manusia hanya dzat yang sia-sia dan tak punya tujuan. • Islam telah memberikan gambaran ruang lingkup kehidupan manusia, ia bukan makhluk ibarat domba sesat yang berada di tengah gerombolan tak tahu harus kemana, dengan kata lain manusia bukanlah makhluk yang berada di persimpangan jalan dan tak bisa menentukan jalan lurus yang akan menyampaikannya pada tujuan. Berbeda halnya dengan eksistensialisme yang tidak menetapkan aturan-aturan dan solusi-solusi tertentu, karena setiap manusia bebas memilih jalan hidup dan solusi dari segala problematikanya, tanpa harus membutuhkan penunjuk yang akan membimbing dan lampu yang akan menerangi perjalanannya. Ketika Sartre didatangi seorang mahasiswanya yang berada dalam kegalauan pikiran untuk mendapatkan solusi dari permasalahan yang sedang dihadapi, namun herannya Sartre malah memberikan banyak alternatif terhadap mahasiswanya yang sedang dalam kebingungan agar dia bebas memilih sesuai keinginannya. Karena alasan ini para ideolog melemparkan tuduhan-tuduhan terhadap teori eksistensialisme sebagai teori yang hanya akan menggiring pada kemalasan, kegalauan pemikiran, kegelisahan, kedunguan, kelemahan, kefasikan dan dekadensi moral. 2.5 Dampak Negatif Eksistensialisme sebagai Ideologi Dalam kehidupan Manusia. Eksistensialisme berkonsentrasi dalam masalah terkait individu dan kebanggaan diri sebagai manusia yang merupakan eksistensi permanen, ideologi yang lebih mengedepankan eksistensi individu ketimbang eksistensi masyarakat, ideologi ini beranggapan bahwa manusia punya kebebasan mutlak menentukan posisi dalam hidup, jika ia telah menentukan pilihan maka ia harus bertanggung jawab terhadap akibatnya, manusialah pihak yang paling berwenang menjudge bahwa sesuatu itu baik atau buruk, meskipun sesuatu yang dinilainya baik itu adalah hal buruk dalam pandangan orang lain dan masyarakat. Eksistensialisme menolak norma-norma, nilai-nilai terpuji, kebaikan, keadilan dan tanggung jawab serta berdiri di puncak egoisme sembari meneriakkan: “janganlah kalian mengingkari eksistensi kalian yang hanya akan menjadikan kalian alat bagi orang lain”, eksistensialime condong pada perasaan dan suara hati serta menolak logika dan kebijaksanaan. Dan kita menyakini bahwa penolakan terhadap norma-norma etika dan moralitas, sama halnya dengan menjerumuskan diri ke tengah lautan hawa nafsu dan keinginan-keinginan hewani manusia yang akan mengancam keberadaan umat manusia. Ideologi ini terlalu “hiper” memberikan kebebasan terhadap masing-masing individu yang berakibat menganggu kebebasan orang lain, tidak mau menyatu satu sama lain (gaya hidup hedonis). Gaya hidup ini akan mengembalikan sistem kehidupan “ala rimba”. Ideologi ini menjerumuskan umat manusia dalam jurang kegalauan dan ketidak pastian, paham ini juga mendikotomi antara kehidupan spiritual dan materi, eksistensialisme juga memposisikan manusia sebagai makhluk asing yang hidup dalam kesusahan dan keputus-asaan serta menghalangi manusia dari nilai-nilai positif yag akan membangitkan kepercayan diri, ketenangan dan kedamaian hidup. Eksistensialisme mengingkari semua nilai-nilai budaya, etika dan ilmu pengetahuan hasil temuan manusia, ia bahkan tidak peduli dengan hal-hal ini dengan harapan masing-masing individu kembali ketitik awal dari lembaran hidupnya. Sayangnya, yang dimaksud dari titik awal adalah masa ketika manusia tidak mengakui keberadaan Tuhan (atheism) dan agama. Tentunya paham ini akan berdampak buruk terhadap individu tersebut, karena eksistensialilsme menginginkan individu terlepas dari kehidupan umum dan bukan merupakan bagian dari kehidupan umum. Paham ini merupakan faktor penyebab demoralisasi, pergaulan bebas dan paham ketidak pedulian dalam kehidupan para remaja Barat dan Amerika yang akan bermuara pada gaya hidup hedonisme dan kehilangan kepercayaan diri dalam menghadapi problematika hidup yang sangat kompleks. Tidak benar ungkapan yang menyanggah bahwa ini sebuah kesalah pahaman dalam memaknai eksistensialisme, karena pada kenyataannya bantahan ideologl ini akan eksistensi Allah, penolakannya terhadap nilai-nilai etika dan agama, pemberian kebebasan tanpa batas terhadap insting manusia. Kesemuanya itu menjadi penyebab kemunculan berbagai kerusakan dalam kehidupan generasi muda di Barat . 2.6 Dampak Positif Eksistensialisme sebagai Ideologi Dalam kehidupan Manusia Eksistensialisme berupaya untuk memahami manusia yang berada di dalam dunia,jadi dalam hal ini manusia diberi kebebasan yang sebebas-bebasnya dalam menjalani hidupnya karena pada hakikatnya Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang memiliki misi mengangkat derajat kemanusiaan dan menegaskan kapasitas manusia yang berpusat pada individu karena manusia memiliki akal, kebebasan, kehendak dan alternatif sehingga tidak membutuhkan Sang Pengarah. BAB III PENUTUP 3.1 Evaluasi kritis Adanaya metode Eksistensialisme dalam kehidupan manusia seharusnya tidak perlu dijalankan,karena pada dasarnya Manusia merupakan politicon (mahluk sosial) pasti membutuhkan kehadiaran orang lain dalam menjalani kehidupannya. Dalam agama Islam istilah tersebut dimaknai dengan hablum min annas. yang artinya manusia itu harus ada hubungan dengan orang lain dalam menapaki dunia yang sangat luas ini. Ibadah-pun ada dua macam, yakni ibadah mahdah dan ghairu mahdah. Ibadah mahdah adalah ibadah Vertikal (kepada Allah SWT), sedangkan ibadah gahiru mahdah adalah ibadah yang ada sangkut pautnya dengan lingkungan sekitar, bisa di sebut dengan masyarakat, komunitas, organisasi, dll. Islam sebagai agama fitrah beranggapan bahwa ketergantungan manusia terhadap Tuhan pada hakikatnya ketergantungan manusia pada puncak kesempurnaan. Justru ketergantunganya pada Tuhanlah yang menyebabkan ia menemukan hakikat dan jati dirinya, bukan malah lalai pada dirinya sebagaimana anggapan kaum eksistensialis. John Paul Sartre (1905-1980), dalam bukunya “Asas Filsafat Eksistensialisme” menjelaskan humanisme eksistensialis memiliki kekhusussan-kekhususan pada prioritas eksistensi manusia dari quiditasnya dan prinsip liberitas manusia sebagai sebuah kesempurnaan. Kesalahan fatal para eksistensialis adalah mereka telah mencampuradukkan antara tujuan dan sarana mencapai tujuan. Diakui bahwa kebebasan yang dimiliki oleh mannusia adalah satu bentuk kesempurnaan bagi dirnya, tapi kesempurnaan dalam wacana, sarana dan prasarana dan bukan tujuan. Sehingga dengan kesempurnaan sarana manusia bisa mampu menggapai kesempurnaan tujuan. Tapi para eksistensialis menganggap bahwa kebebasan itu sendiri adalah kesempurnaan mutlak bagi manusia, sehingga ketika manusia berhasil melawan dan menentang kekuatan yang ingin menguasai dan membatasi ruang lingkup gerak dirinya, termasuk melawan kewajiban ilahiyah, mereka menganggap hal itu merupakan bentuk kesempurnaan dan norma-norma kemanusiaan. 3.2 Kesimpulan Jika agenda dari eksistensialisme, agar manusia bisa menemukan jati dirinya, maka hal itu juga didorong oleh Islam selama masih berada dalam ruang lingkup Islam. Manusia tidak diperkenankan untuk berbangga diri dan memupuk sifat egois agar tidak keluar dari jalur misi risalah yang telah digariskan. Dalam hal ini, eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang menimbulkan kegelisahan dan kebingungan terhadap tujuan keberadaan manusia dalam paradigma yang lurus . Walau bagaimanapun para eksistensialis memoles paham ini tapi ia akan tetap dianggap sebagai musuh dari agama-agama, moralitas dan nilai-nilai etika . DAFTAR PUSTAKA Surajiyo. 2005. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta: Bumi Aksara. Salam Burhanuddin. Drs. 2005. Pengantar Filsafat, Jakarta: Bumi Aksara Rapar Jan Hendrik.1996. Pengantar Filsafat, Jogjakarta: Kanisius Tafsir ahmad. Pof,Dr. 1990. Filsafat Umum. Bandung: Remaja Rosda Hassan Fuad. Prof,Dr. 1973. Berkenalan dengan Eksistensialisme, Jakarta:Pustaka Jaya Hadiwijoyo, Harun. 1990. Sari Sejarah Filsafat Barat 2.Cetakan Keenam. Yogyakarta: Kanisius

Tidak ada komentar:

Posting Komentar