ORANG LAUT, BAJAK LAUT, RAJA LAUT
( Sejarah Kawasan Laut Sulawesi Abad XIX)
Nusantara merupakan sebuah wilayah yang
terdiri dari berbagai pulau
yag membentang dari timur kebarat. hal
ini dapat mempengarui keadaan yang ada pada masyarakat yang mendiami
wilayah-wilayah yang mencangkup nusantara. Sehingga memunculkan berbagai suku
yang kesemuannya memilki ciri khas tersendiri baik dari segi tradisi maupun
pola kehidupan sosialnya. Terlepas dari itu semua wilayah nusantara yang
sebagian besar berbatasan dengan laut, menghasilkan sebagian masyarakatnya mencari
makan dari laut. Hal itu yang melatarbelakangi penulisan yang dilakukan oleh
alhi sejarah maritime yang ada di Indonesia, yaitu Adrian B. Lapian. Unutk
menulis sebuah buku yang berjudul Orang Laut,Bajak laut, Raja Laut, yang
dukhususkan membahas tentang keadaan laut di Sulawesi pada abad ke XIX. Buku ini menecritakan pola masyarakat yang
ada di laut yang kemudian membaginya menjadi orang laut,bajak laut dan raja
laut.
Mengenai kehidupan orang laut sudah
berlangsung lama sebelum abad ke XIX, karena mereka memang sebuah masyarakat kecil yang hidup di laut
dan menggantungkan hidupnya dilaut. Mereka belum mengenal organisasi atau
sebuah aturan yang ada pada suatu Negara, sistem masyarakatnya masih sangat
sederhana, mereka hanya mengenal pemimpin hanya sebatas keluarga, mereka hidup
diatas perahu kecil yang hanya dapat menampung sekitar empat sampai lima orang
dalam perahu tersebut. Mereka pada umumnya hidup nomaden, yaitu berpindah dari
stu tempat ke tempat lainnya, namun pergerakan mereka tidak sampai ke laut
lepas, mereka tinggal dipinggir laut, atau sekitar laut dangkal. Mereka hidup
dalam perahu-perahu kecil yang dihuni oleh keluarga-keluarga, terdiri dari ayah
dan ibu beserta anak-anaknya, umumnya pada masyarakat yang disebut orang laut
ini, tidak mempunyai anak yang banyak, karena memang daya tampung dalam perahu
tidak memungkinkan mereka mempunyai anak yang banyak. Mereka biasa berkumpul
dengan keluarga lain pada saat-saat tertentu seperti ketika ada seorang dari
keluarga mereka sakit, pada saat pernikahan yang berlangsung. Umumnya sanak
keluarga jauh datang untuk menjenguk atau meramaikan upacara tersebut. Dalam
kehidupan yang serba terasing ini, orang laut juga sesekali melakukan kontrak
dengan orang-orang yang ada di darat, terutama dalam hal mencari kayu untuk
pembuatan perahu, mereka juga biasanya menukarkan ikan mereka dengan kebutuhan
pokok lainnya seperti beras, pakaian dan sebagainya. Orang yang tinggal di darat menganggap orang
laut sebagai orang yang primitif yang masih berkebudayaan rendah. Namun mereka
juga dapat membatu untuk kebutuhan masyarakat atas konsumsi ikan. Lama kelamaan
juga terdapat orang laut yang pindah didarat atau dipinggir pantai untuk
tinggal menetap. Karena banyak yang berpikiran wilayah laut semaikn berbahaya
dan wilayah untuk mencari ikan semakin terbatas karena juga mendapat saingan
dari pencari ikan lain, akibatnya orang laut yang masih mempertahankan pola
hidupnya di atas perahu mulai menyingkir dari tempat yang telah ramai tersebut
ke wilayah yang masih sepi dari aktifitas masyarakat lainnya.
Selain orang laut yang mencari kehidupan
di laut, juga terdapat sekelompok masyarakat yang disebut sebagai bajak laut,
mereka hidup dengan cara meramapas barang dari kapal-kapal yang berhasil mereka
bajak. Mengenai bajak laut yang terkenal di asia tenggara kushusnya di perairan
Sulawesi adalah bajak laut Sulu, Mangindanao, Balangingi, dsb. Bajak laut
sering dikatakan sebagai tindak kejahatan karena mereka untuk mendapatkan
segala sesuatu meggunakan cara kekerasan dan tidak jarang disertai dengan
pembunuhan. Dalam setiap aksinya mereka selalu membawa tawanan yang ada dalam
kapal yang mereka bajak ke darat dan menjual awak kapal tersebut kepada orang
yang membutuhkantenaga kerja untuk menggarap tanah mereka. Mereka diperkerjakan
di ladang milik petani kaya yang memiliki tanah yang luas. Untuk melakukan
pelayaran ke tempat yang jauh untuk mencari budak-budak untuk di jual tersebut,
para bajak laut ini membutuhkan jasa seorang yang mengetahui keadaan laut.
Untuk itu mereka juga berhubungan dengan orang laut yang lebih mahir mengenai
keadaan bahari yang ada. Dalam hal ini, terdapat hubungan timbale balik antara
keduanya, orang laut juga mendapat perlindungan dari bajak laut, dari ancaman
luar. Sedangkan bajak laut sendiri memperoleh tenaga trampil yang bisa
digunakan sebagai penunjuk arah.
Sejak awal abad XIX, kekuatan bajak laut
di Nusantara mulai berkurang karena mereka diburu oleh pemerintah colonial yang
menganggap tindakan mereka sebagai tindakan yang tergolong criminal. Hal
tersebut membuat pergerakan bajak lakut semakin terhambat oleh para pesaing
asing yang datang di kepulauan nusantara. Pada mulanya mereka memang masih
sanggup menghadapai tekanan yang diberikan oleh para bajak laut asing ini,
namun lama kelmaan mereka semakin terpojok. Hal tersebut semakin diperkuat oleh
peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh pemerintah colonial.Dengan
memberlakukan undang-undang yang mengatur tentang pelarangan bajak laut dan
menganggap mereka sebagai penjahat di laut. Untuk itu pemerintah melakukan
perburuan terhadap bajak laut, dan mereka yang terbukti salah dan melakukan
kejahatan di laut akan dihukum mati. Bajak laut dalam arti pemerintah colonial
ini dapat dibagi menjadi dua jenis, pertama yang disebut sebagai pirate yaitu
bajak laut yang melakukan kegiatan di laut secara illegal, dan bertentangan
dengan hukum yang berlaku. Kemudian yang kedua adalah korsario, atau bajak laut
yang dikeluarkan pemerintah untuk membajak bajak laut secara liar, dalam arti
bajak laut tipe inni bisa disebut sebagai bajak laut yang legal, yang
kegiatannnya memang disetujui oleh pemerintah. Mereka juga bertujuan untuk
membajak atau menangkap kapal-kapal yang berlayar di laut territorial mereka.
Kelompok yang terakhir yang dibahas dalam
buku ini adalah raja laut. Yang merupakan kelompok yang terorganisir. Mereka
dipimpin oleh seorang pangeran atau yang biasa disebut sebagai Kapitan laut.
Mereka adalah golongan kelas bangsawan yang bertugas dialut untuk melakukan
pembajakan kapal yang telah masuk kedalam daerah territorial mereka tanpa ijin.
Mengenai raja laut ini, umumnya dimiliki
oleh kerajaan-kerajaan di Nusantara yang tergolong maritime yang kegiatannya
lebih berorentasi dalam laut. Selain untuk pertahan pada kerajaan, fungsi dari
raja laut seprti yang telah disebutkan diatas. Kelompok ini juga tergolong
kedalam bajak laut korsario, karena mereka bersifat legal berkerja sama dengan orang laut dan bajak laut, untuk melakukan kegiatan
di laut lepas. Peran raja laut membutuhkan orang banyak dalam setiap
kegiatannya. Bajak laut yang biasnya bergabung ini adalah bajak laut yang
sebelumnya menempati daerah kekuasaan kerajaan yang sekarang ini sedang
berdiri. Bajak laut juga menjadi posisi penting dalam pemerintahan kerjaan itu
dapat terlihat jabatan yang ada pada kerajaan Tidore dan Ternate. Pada akhir
abad ke XIX, kegiatan mereka mulai terganggu dengan datangnya kekuatan asing
yang mulai membatasi kekuasaan laut mereka. Dengan fasititas yang lebih canggih
dan menggunakan tenaga uap, membuat kekuatan asing ini berangsur-angsur mulai menenggelamkan
kekuasaan pribumi. Dan pada abad selanjutnya perdagangan di laut Sulawesi ini
dikuasai oleh kekuatan asing tersebut.
4. Riwayat Penulis : Tentang Adrian B.
lapian
Sejarawan ini memberikan banyak sekali
kontribusi penting dalam penulisan sejarah Indonesia dan Asia tenggara secara
umum. Ia lahir pada tanggal 1 september
1929 di tegal, Jawa Tengah. Tersohor sebagai alhi sejarah maritime yang
dengan desertasinya Orang laut,bajak Laut dan Raja laut : Sejarah Kawasan laut
Sulawesi Abad XIX dianggap telah membuka lembaran baru dalam penulisan sejarah
maritim dan sejarah dikawasan Indonesia. Ia lulus sebagai doctor ke-101
Universitas Gajah Mada (UGM) dengan predikat cum Laude. Ia juga pernah bekerja
sebagai jurnalistik ,yang kemudian mengantarnya bekerja di (LIPI).
Ketertarikannya terhadap sejarah, terutama sejarah maritim membuat ia menulis
skripsi tentang jalan perdagangan maritime ke Maluku pada awal abad XVI. Pada
tahun 1988, yaitu saat Konferensi IAHA ke-15, Shahari Thalib, seorang sejarawan
Guru Besar Universitas Malaya,
menganugrahkan gelar sebagai ‘’ Nahkoda pertama sejarawan maritime Asia
Tenggara’’. Kepakaran Adrian B.lapian semakin menonjol ketika ia terpilih
sebagai anggota Unesco Consultative Commite untuk program Intrergral study of
the silk road : roads of dialogue, napak tilas jalur sutra via jalur laut yang
merupakan ekspedisi maritime pertama Unesco sebagai begian dari dasawarsa pengembangan
kebudayaan sedunia (world decade fro cultural
development 1988-1997.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar