Selasa, 26 Juni 2012

PROTES PETANI DI JAWA TAHUN 1850-1942 Dari Buku Bandit-Bandit Jawa : Studi Historis 1850-1942 karya Suhartono


Kolonisasi sudah dimulai pada abad ke 17, VOC menguasai perdagangan di nusantara, dan melakukan monopoli perdagangan. Dan kolonisasi itu mulai intensif ketika diberlakukannya sistem  tanam paksa (cultuurstelsel)  yang dilakukan pada tahun 1830. Yang merupakan sistem untuk penanaman hasil tanaman yang laku untuk diekspor. Daiantaranya adalah tanaman, kopi,nila dan tebu yang bahan-bahan tersebut laku diperdagangankan di pasaran dunia, setelah beberapa periode menggunakan rempah-rempah sebagai hasil eksport keluar negeri. Sistem ini membuka dampak  bagi masyarakat Indonesia khususnya masyarakat yang ada dipedalam (petani), yang bertumpu pada masyarakat yang berbasis agraris. Karena sistem tanam paksa memerlukan tanah yang luas sebagai alat untuk produksi selain tenaga kerja sendiri tentunya. Tana- tanah mulai diekplorasi guna kepentingan pemerintah colonial. Hal tersebut tentunya akan  menerobos dan mengambil alih tanah milik petani, guna sebagai perkebunan-perkebunan. Yang melatar belakangi sistem diberlakukan adalah seperti yang dijelaskan diatas untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya untuk kas pemerintah, selain itu adanya dampak dari perang yang dilakukan oleh pejuang-pejuang nusantara guna mengusir kompeni dari wilayah mereka, seperti perang Diponegoro, kemudian juga ada perang di Maluku, dsb. Perang yang berlangsung terus menerus ini yang menimbulkan kerugian yang besar dari pihak belanda, maka dari itu sistem ini di jalankan. Selain itu pemerintah colonial juga menyediakan jasa-jasa swaata guna menjalankan perkebunannya.
Dalam buku yang saya review ini, menjelaskan tentang gerakan-gerakan protes yang dilakukan oleh petani guna melawan peemrintah colonial yang telah menyengsarakan mereka. Dalam buku ini menggunakan studi tempat yang ada di jawa, petama di kareisedenan Banten-Batavia, kemudian Yogyakarta-Surakarta, dan terakir di Pasuruan-Probolinggo. Dalam pembagian daerah-dearah yang ada dia atas, mempunyai pola yang sama dalam eksploitasi petani yang dilakukan oleh peemrintah colonial, sebagai contoh, di karisedenan Banten-Batavia, lebih dikenal sebagai tanah partikelir (tanah yang diperuntukkan bagi pemilik modal, terutama orang-orang cina). Kemudian ada apanage atau tanah lungguh yang merupakan tanah kerajaan yang dimiliki oleh karisedenan Yogyakarta-Surakarta. Dan di karesidenan Pasuruan-Probolinggo ada tanah Gubernemen, tanah milik pemerintah colonial.
Yang menjadi permasalahan dalam sistem tersebut adalah dampaknya bagi petani, dimana petani yang kehilangan sawah dan akan menjadi buruh perkebunan. Selain itu sistem ini secara tidak langsung akan mengikat petani untuk bekerja di dalam perkebunan tersebut karena semakin menyempitnya lahan untuk pertanian. Dalam sistem ini petani akan semakin miskin karena upah yang diberikan perkebunan sangat kurang layak dan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup. Yang akhirnya akan berdampak pada pencurian-pencurian dana perusakan lahan oleh para petani. Hal ini sering disebut sebagai bandit-bandit social. Istilah bandit social diperkenalkan oleh Hobsbawn seorang sajarawan inggris, yang menyebut bahwa perbanditan dilakukan oleh sekelompok orang marginal dari masyarakat petani; kegiatan mereka dianggap criminal oleh penguasa. Hubungan petani dan bandit menciptakan perbanditan social. Bandit social adalah hero,kampion,orang yang mempunyai musuh sama dengan musuh petani.
Protes yang dilakukan oleh petani ini dampak dari peraturan dan sistem yang dijalankan oleh pereintah colonial, gerakan ini dilakukan secara individu maupun kelompok dengan organisasi tardisional, untuk mendapatkan kembali hak haknya dengan tanpa konfrontasi langsung dengan pemrintah atau perkebunan. Sekalanya pergerakannya masih bersifat regional dan masih  belum adanya sistem jaringan diantara mereka. Pada buku ini mengakan perbanditan yang dilakukan pada tahun 1850,karena pada saat itu sisitem tanam paksa mulai berda mpak pada petani.  Meski tindakan perbaditan ini, diketahui oleh pemerintah colonial, namun tidak pernah dapat meneyelasikan tindakan tersebut. Karena dengan sistem tersebut telah membuat petani melakukan tindakan yang criminal tersebut. Yang menjadi permasalah menarik dari buku ini, peran dari kekuasaan tradisional mempersulit keadaan petani, sebagi contoh adalah eran kepala desa sebagai penarik pajak, dan pengumpul ahsil panen, mereka juga disebut sebagai bekel, dan penarikan pajak tersebut dilakukan dengan cara tidak adil,dengan pembagian yang tidak adil bagi petani,2/5 untuk petani,2/5patuh(yang mempunyai tanah lungguh,1/5untuk bekel.belum temasuk kerja wajib, dan pajak yang harus dilakukan oleh petani.
Kegiatan perbaditan atau disebut sebagai bandit social adalah merupakan dampak dari intervensi pemrintah colonial terhadap masyarakat pribumi terutama petani yang terlembagakan oleh sistem atau aturan yang dibuat oleh pemerintah.dengan sistem tanam paksa ini, pemerintah colonial semakin mempersulit kehidupan para petani, yang sebelumnya hidup yang serba sederhana menjadi miskin, hal tersebut ditambah dengan struktur social disini adalah kekuasaan tradisional yang semakin memperburuk petani, dan memsikinkan mereka. Sehingga  mereka juga digolongkan sebagai musuh petani, sehingga diberbagai keadaan mereka juga dirampok, dan di kuras harta mereka. Meski tersebut gerakan ini adalah gerakan yang dilakukan oleh kaum lemah terhadap orang yang menguasainya. Karena mereka berusaha mengganggu stabilitas peraturan tersebut dengan gerakan yang mereka anggap bisa, seperti pembakaran lahan, pencurian terhadap orang-orang kaya yang bekerja pada pemerintah colonial dan sebagainya. Dan menerut saya, protes petani tersbut merupakan bentuk dari eksitensi mereka guna, mengganggu orang-orang yang berkuasa atas mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar