Perkembangan kota di
Surabaya memberikan peluang besar , dalam membentuk kehidupan masyakat pekerja yang ingin mencari
pekerjaan dikota terbesar di Jawa Timur ini. Kota Surabaya dalam
perkembangannya masih menempati posisi dominan dalam rangka penggerak ekonomi regional (wilayah Jawa Timur) dan Nasional.
Pembentukan kota Surabaya sudah dibangun pada masa kolonial, dimulai pada awal
abad ke 20 dengan pertumbuhan pabrik-pabrik besar diwilayah ini, khususnya
dibagian selatan wilayah kota. Wilayah sisa-sisa industri dapat kita lihat dibangun bangun sekitar
tahun 1950 diwilayah selatan Wonokromo, Wonocolo dan pabrik di wilayah Waru
Sidoarjo, yang menjadi tempat industri gula. Dalam bidang industri, kota ini
memang dilihat dari segi historis dikembangkan menjadi pusat perdagangan.
Kondisi ini, memungkinkan bagi kota Surabaya sebab peranan kota ini, sebagai
pengolahan barang-barang bulky menjadi
industri manufaktur, yang kemudian dipasarkan diberbagai daerah, dengan
prasaran yang memadai, yaitu pelabuhan Tanjuk Perak.
Perkembangan
Indonesia yang baru “mandiri”pada periode paska kemerdekaan, adalah membangun
ekonomi dalam segala sector guna memperbaiki, stabilitas ekonomi Negara. Hal
ini, terlihat dari proses “revolusi” industri secara kuantitas, untuk
mempercepat proses pertumbuhan ekonomi. Pabrik-pabrik yang dibangun belakangan
ini, mampu menyerap tenaga kerja secara besar, serta mampu menyedot mobilitas
masyarakat kearah perkotaan. Secara general pertumbuhan kota-kota merupakan
sebuah sistem keberlanjutan dari era-era sebelumnya, dengan memanfaatkan
fasilitas sarana dan prasarana yang dibangun pada masa kolonial. Sehingga
sebetulnya proses sentralisasi dominasi ekononmi sangat kuat dinegara- Negara
dunia ketiga, khususnya terjadi diwilayah perkotaan di Indonesia. Periode tahun
1970an di Indonesia secara umum, khsususnya diwialayah kota-kota besar,
industri berat sebagai industri yang sebetulnya juga sudah berlangsung lama,
pada periode ini penggalakan pembangunan insudtri-industri berat menjadi
dominan kembali. Industri pembagunan pabrik Metal Besi,pabrik kimia (Petro
Kimia) serta perluasan lahan lahan tambang.
Kondisi
di Surabaya menjadi wilayah dominan, terjadi ketika kota pada kurun periode tahun (1974-1979) kurun
periode masa rencana pembangunan lima tahun, tahap 2 (REPELITA) membuka peluang
besar industri Petrokimia, semen Gresik, yang muncul pada periode ini. Pada
tahun dasawarsa selanjutnya dapat terlihat bahwa petumbuhan sektor formal di
Surabaya menjadi pesat, terlihat dari BPS, Sesus Ekonomi tahun 1986,prosenntasi
industri Large dan Medium mencapai 65%.
Pembangunan infrakstruktur seperti
perluasan kapasitas pelabuhan Tanjung Perak, semakin memuluskan proses
industralilsasi yang sedang berlangsung. Kepadatan kota menjadi semakin sesak,
tak kala sektorekonomi penunjang seperti sektor informal. Sektor informal
menjadi pilihan ekonomi mandiri,khsususnya oleh masyarakat golongan menengah
kebawah, sebagai reaksi dari perkembangan ekonomi Surabaya yang semakin pesat.
Sektor informal dalam penyumbangan sumber pendapatan daerah relatif
kecil,dibandingkan dengan sektor formal yang lebih luas. meski begitu peranannya sebagai kegiataan
ekonomi rakyat juga tak dapat dipisahkan dari sektor industri-industri besar.
Dalam
skala perkembang ini, perlu dicatat bahwa peranan kota Surabaya tak terlepas
dari peranan kota-kota wilayah kabupaten diwilayah regional III (Jawa Timur)
yang menyediakan pasokan-pasoakn industri bulky
(bahan metah) maupun industri manufaktur. Sebaliknya perkembangan sektor
industri di Surabaya semakin memarambat ke wilayah-wilayah sekitar. Sehingga
dalam melihat perkembangan kedepannya, buku (Howard Dick, Intrustrial
Agglomeration : Creater Surabaya and Greater Jakarta) menjelaksan peluang lebih
unggul yang dimilki Surabaya dibandingkan Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar