Senin, 15 Juli 2013

Jenis Aktititas eknomi diwilayah kota Sentralistik



Kota menjadi suatu ruang yang diidentikan memiliki wilayah yang luas, dengan aktifitas padat didalamnya. Berbagai definisi banyak menyebutkan kota dalam berberapa prespektif. Semisal Marx Weber menyebut kota ada karena adanya aktifitas pasar. Lebih lanjut ia mengatakan pasar menjadi komponen penting dari penghidupan penduduk.[1] Dalam berbagai perrsoalan, memang pasar menjadi komponen dalam setiap aktifitas manusia, tak hanya di kota desa juga memiliki pasar. Akan tetapi, disini pasar menjadi penting peraranan bagi kota, sebab intensitas penduduk yang tinggi, kemudian memunculkan ketergantungan penduduk tentang adanya pasar itu sendiri. Dalam berbagai tipe kota, dari kolonial hingga kini, nampak peran vital pasar sebagai suatu kebutuhan. Seperti sistem kota satelit dibawah ini, yang menjelaskan berbagai oreintasi keperluan dan munculnya pasar berdasarkan kebutuhan masyarakat dalam lapisan tertentu dalam ruang kota.
Pertama, pada lingkaran titik pusat kota terdapat pola-pola pekerjaan yang menyediakan berbagai keperluan jasa. Pusat kota menjadi area penting sebab disinilah sebenarnya letak pasar (pusat) di kota. Area ini, dikhsususkan bagi bebeberapa jenis pelayanan, umumnya jasa-jasa bank, pusat perbelanjaan, gedung pemerintah. Selain sektor-sektor formal yang menempati wilayah pusat kota. terdapat beberap sektor informal yang mandiri, juga terdapat dilapaisan ini, semisal Tukang tambal ban dan  tukang becak. Profesi yang disebut terakhir, saat ini semakin berkurang diwilayah pusat, karena jenis transportasi yang sudah tak relevan, dibeberapa kota besar sudah banyak larangan becak masuk kewilayah jalan kota. Sedang tambal ban, menjadi profesi yang tak tergantikan hingga saat ini, sebab tak ada saingan serupa dalam mata pencarian di kota.
Berbeda pada pada lapis pertama, pada lapis lingkaran tengah kedua, terdapat jalur alih, dimana terdapat banyak rumah-rumah sewaan, kawasan Industri dan Perumahan buruh. Kawasan ini banyak menyediakan pemukiman pemukiman kumuh diperkotaan, atau pemukiman slum. Kawasan ini terbentuk karena ada aktifitas pusat kota pertama, wilayah ini dipakai sebagai tempat hunian, dengan jejal penuh sesak. Aktifitas ekonomi masyarakat disini bisa dikatakan memiliki variasi yang beragam. Seperti pedagang-pedaggang kelingling, semisal penjual bakso, warung-warung makan khas kampung kota[2], jasa air galonan keliling dsb. Sektor informal memiliki intensitas tinggi, konseuensi dari kecilnya ruang dan padatnya aktifitas. Usaha ekonomi wilayah kedua ini, memiliki orientasi mencukupi kebutuhan masyakat miskin kota.
Lapis ketiga, terdapat jalur wisma buruh, yakni kawasan perumahan untuk tenaga pabrik. Wilayah ini,masih mempunyai kemiripan dengan wilayah pusat kedua, akan tetap miliki kepadatan yang sedikit renggang dengan perumahan yang lebih teratur. Usaha ekonomi,masih hampir mirip, dengan banyaknya sektro informal semisal penjual makan seperti diatas. Hanya ditambah beberapa kegiatan ekonomi, seperti adanya mendring (tungkang kredit), jasa penggadaian. Munculnya jenis ekonomi berbasis kredit dan tembusan, berkembang diwilayah ini, sebab secara penghasilan, umumnya pekerja pabrik sudah memiliki gaji diatas UMR (upah minimum regional), sehingga kemungkinan jasa yang mengandalkan kepercayaan ini dapat berkembang. Berbeda dengan kondisi diatas yang umumnya penduduk bekerja di sekotr informal yang tak memilki penghasilan pasti.
Keempat, lingkaran luar terdapat jalur madya wisma, yakni kawasan perumahan yan luas untuk tenaga kerja halus kaum madya (middle class). Kawasan ini sudah memiliki prioritas tersendiri bagi aktifitas penduduk kota. pangahsilan lebih dan memiliki kekayaan, menjadikan kebutuhanya digantungkan diwilayah-wilayah pusat kota (semisal membeli makanan disupermarket dsb). Usaha ekomoni disini berkisar pada pemenuhan rumah tangga, seperti adanya pembantu, baby sister, tukang kebun, dan pusat keamanan komplek, seperti security. Berhasilnya mendapatkan ruang kota yang tersisa menjadikan kelas ini digolongkan sebagai kelas menengah kota yang dapat menikmati fasilitas kota, seperti pusat rekreasi dsb.
Diluar ligkaran terdapat jalur pengelajon (jalur ulang- alik): sepanjang jalan besar terdapat perumahan masyakarat golongan madya dan golongan masyarakat upakota. Hampir tak terdapat disini aktifitas ekonomi kota, aktititas penduduknya diarahkan pada pusat kota (pertama). Kondisi ekomoni informal memilki kesamaan yang sama seperti wilayah ekonomi kota madya lapis keempat. Akan tetapi tak kemungkinan,kondisi ini berubah. Sebab perluasan kota yang tak terkendali, semakin mengaburkan pusat-pusat tertentu, khsusunya aktifitas perdagangan skala besar, dan berpindahnya pusat-pusat perbelanjaan kota, disekitar wilayah ini. Kondisi ini terjadi diwilayah kota Surabaya, sebab adanya pembatasan pembanguan diwilayah kota pusat (pertama) memunkinkan dibangunya aktifitas


[1] Marx Weber, Apakah yang Disebut Kota ?. Dalam Sartono Kartodirdjo (Ed), Masyrakat Kuno dan Kelompok-Kelompok Sosial (Jakarta: Bhratara karya aksara, 1977), hlm. 13.
[2] Warung-warung yang dimaksud diatas, adalah warung-earung kelontong kecil, yang memberikan kebutuhan masyakat penduduk sekitar. Setra warung penjual makanan yangg banyak terdapat diwilayah ini, seperti Warkop (warung kopi), Giras, Pujasera. Dengan harga yang dapat dijangkau oleh penduduk wilayah ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar