Kota
menjadi suatu ruang yang diidentikan memiliki wilayah yang luas, dengan
aktifitas padat didalamnya. Berbagai definisi banyak menyebutkan kota dalam
berberapa prespektif. Semisal Marx Weber menyebut kota ada karena adanya
aktifitas pasar. Lebih lanjut ia mengatakan pasar menjadi komponen penting dari
penghidupan penduduk.[1]
Dalam berbagai perrsoalan, memang pasar menjadi komponen dalam setiap aktifitas
manusia, tak hanya di kota desa juga memiliki pasar. Akan tetapi, disini pasar
menjadi penting peraranan bagi kota, sebab intensitas penduduk yang tinggi,
kemudian memunculkan ketergantungan penduduk tentang adanya pasar itu sendiri.
Dalam berbagai tipe kota, dari kolonial hingga kini, nampak peran vital pasar
sebagai suatu kebutuhan. Seperti sistem kota satelit dibawah ini, yang
menjelaskan berbagai oreintasi keperluan dan munculnya pasar berdasarkan
kebutuhan masyarakat dalam lapisan tertentu dalam ruang kota.
Pertama,
pada lingkaran titik pusat kota terdapat pola-pola pekerjaan yang menyediakan
berbagai keperluan jasa. Pusat kota menjadi area penting sebab disinilah
sebenarnya letak pasar (pusat) di kota. Area ini, dikhsususkan bagi bebeberapa
jenis pelayanan, umumnya jasa-jasa bank, pusat perbelanjaan, gedung pemerintah.
Selain sektor-sektor formal yang menempati wilayah pusat kota. terdapat beberap
sektor informal yang mandiri, juga terdapat dilapaisan ini, semisal Tukang
tambal ban dan tukang becak. Profesi
yang disebut terakhir, saat ini semakin berkurang diwilayah pusat, karena jenis
transportasi yang sudah tak relevan, dibeberapa kota besar sudah banyak
larangan becak masuk kewilayah jalan kota. Sedang tambal ban, menjadi profesi
yang tak tergantikan hingga saat ini, sebab tak ada saingan serupa dalam mata
pencarian di kota.
Berbeda
pada pada lapis pertama, pada lapis lingkaran tengah kedua, terdapat jalur
alih, dimana terdapat banyak rumah-rumah sewaan, kawasan Industri dan Perumahan
buruh. Kawasan ini banyak menyediakan pemukiman pemukiman kumuh diperkotaan,
atau pemukiman slum. Kawasan ini
terbentuk karena ada aktifitas pusat kota pertama, wilayah ini dipakai sebagai
tempat hunian, dengan jejal penuh sesak. Aktifitas ekonomi masyarakat disini
bisa dikatakan memiliki variasi yang beragam. Seperti pedagang-pedaggang
kelingling, semisal penjual bakso, warung-warung makan khas kampung kota[2],
jasa air galonan keliling dsb. Sektor informal memiliki intensitas tinggi,
konseuensi dari kecilnya ruang dan padatnya aktifitas. Usaha ekonomi wilayah
kedua ini, memiliki orientasi mencukupi kebutuhan masyakat miskin kota.
Lapis
ketiga, terdapat jalur wisma buruh, yakni kawasan perumahan untuk tenaga pabrik.
Wilayah ini,masih mempunyai kemiripan dengan wilayah pusat kedua, akan tetap
miliki kepadatan yang sedikit renggang dengan perumahan yang lebih teratur.
Usaha ekonomi,masih hampir mirip, dengan banyaknya sektro informal semisal
penjual makan seperti diatas. Hanya ditambah beberapa kegiatan ekonomi, seperti
adanya mendring (tungkang kredit),
jasa penggadaian. Munculnya jenis ekonomi berbasis kredit dan tembusan,
berkembang diwilayah ini, sebab secara penghasilan, umumnya pekerja pabrik
sudah memiliki gaji diatas UMR (upah minimum regional), sehingga kemungkinan
jasa yang mengandalkan kepercayaan ini dapat berkembang. Berbeda dengan kondisi
diatas yang umumnya penduduk bekerja di sekotr informal yang tak memilki
penghasilan pasti.
Keempat,
lingkaran luar terdapat jalur madya wisma, yakni kawasan perumahan yan luas
untuk tenaga kerja halus kaum madya (middle class). Kawasan ini sudah memiliki
prioritas tersendiri bagi aktifitas penduduk kota. pangahsilan lebih dan
memiliki kekayaan, menjadikan kebutuhanya digantungkan diwilayah-wilayah pusat
kota (semisal membeli makanan disupermarket dsb). Usaha ekomoni disini berkisar
pada pemenuhan rumah tangga, seperti adanya pembantu, baby sister, tukang
kebun, dan pusat keamanan komplek, seperti security. Berhasilnya mendapatkan
ruang kota yang tersisa menjadikan kelas ini digolongkan sebagai kelas menengah
kota yang dapat menikmati fasilitas kota, seperti pusat rekreasi dsb.
Diluar ligkaran
terdapat jalur pengelajon (jalur ulang- alik): sepanjang jalan besar terdapat
perumahan masyakarat golongan madya dan golongan masyarakat upakota. Hampir tak
terdapat disini aktifitas ekonomi kota, aktititas penduduknya diarahkan pada
pusat kota (pertama). Kondisi ekomoni informal memilki kesamaan yang sama
seperti wilayah ekonomi kota madya lapis keempat. Akan tetapi tak
kemungkinan,kondisi ini berubah. Sebab perluasan kota yang tak terkendali,
semakin mengaburkan pusat-pusat tertentu, khsusunya aktifitas perdagangan skala
besar, dan berpindahnya pusat-pusat perbelanjaan kota, disekitar wilayah ini.
Kondisi ini terjadi diwilayah kota Surabaya, sebab adanya pembatasan pembanguan
diwilayah kota pusat (pertama) memunkinkan dibangunya aktifitas
[1] Marx Weber, Apakah yang Disebut Kota ?. Dalam Sartono Kartodirdjo (Ed), Masyrakat Kuno dan Kelompok-Kelompok Sosial (Jakarta:
Bhratara karya aksara, 1977), hlm. 13.
[2]
Warung-warung yang dimaksud diatas, adalah warung-earung kelontong kecil, yang
memberikan kebutuhan masyakat penduduk sekitar. Setra warung penjual makanan
yangg banyak terdapat diwilayah ini, seperti Warkop (warung kopi), Giras,
Pujasera. Dengan harga yang dapat dijangkau oleh penduduk wilayah ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar