Industri
merupakan salah satu modal pokok bagi perekonomian suatu masyrakat. Kata
industri mulai melambung dalam era sejarah global dengan munculnya revolusi
industri di inggris pada awal abad 19. Indutsralialisasi ini kemudian menandai
era baru yakni era perdagangan hasil mekanis (mesin). Kebangkitan Inggris dibidang industri
memberikan konsuensi penumpukan hasil produksi secara melimpah didalam negeri,
maka dari itu membutuhkan pemasaran-pemasaran dalam menjual barang dagangannya
diberbagai wilayah (utamanya) wilayah koloninya. Keunggulan Inggris dalam
mengembangkan industri ini mulai dilirik oleh negara-negara pesaingnya yang
juga memilki kekuasaan yang luas diwilayah jajahan serta digunakan untuk
bersaing dalam kancah perdagangan global. Pada masa awal perkembangan industri
diwilayah Eropa terutama bagian utara, sangat didukung oleh adanya
daerah-daerah pemasok bahan mentah (bulky)
untuk diolah di pabrik-pabrik yang ada di negara induk. Kondisi seperti ini
kemudian mengalami pergereran orientasi. Dimana negara-negara Imprialisme mulai
membangun industri-industri diwilayah koloni mereka agar dapat memudahkan
pengolahan bahan dan tak rusak dalam distribusi. Surabaya dalam perkembangannya juga menjadi salah satu kota
yang digunakan untuk pembangunan industrialisasi yang dibangun oleh pemrintah
Belanda.
Abad
ke-19 merupakan awal perubahan sistem koloniallisasi di Hindia-Belanda setelah
sebelumnya menjadi wilayah monopoli perdagangan VOC. Buruknya perdangangan yang
dilakukan oleh VOC membuat pemerintah di Belanda memberlakukan sistem
pemerintahan langsung dibawah pemrintah resmi di Belanda. Pada tahun 1808
dibawah pemerintah Deandles pembangunan mulai nampak di pulau Jawa dimana
pembanguan infrasutruktur berupa jalan yang membentang sepanjang timur Jawa
hingga ujung barat pulau. Kondisi Surabaya pada awal abad merupakan kota
pelabuhan yang ramai disinggahi oleh kapal-kapal yang mengangkut bahan
keperluan ekport dari beberapa daerah diwilayah Jawa timur. Kota ini menjadi
semakin pada pada pertengahan abad ke-19 dengan ramainya aktifitas pelabuhan.
Basis industri pengolahan gula pada awal abad ini bertempat diwilayah-wilayah
Sidoarjo, Prbololinggo, Jombang Mojokerto, Pasuruan. Pabrik tebu yang
berkembang diwilayah Jawa Timur ini semakin membuktikan bahwa Jawa Timur
menjadi basis ekonomi gula di wilayah Hindia-Belanda. Sistem tanah paksa (cultuure stelsel) yang diberlakukan di
Jawa pada masa Gubernur Van de Bosch. Banyaknya pabrik-pabrik pengolahan tebu
kemudian menimbulkan polemik pada proses berlangsungnya pengolahan bahan
termasuk didalamnya dalah teknisi perbaikan mesin pabrik.
Kondisi
trouble dalam mekanisme industri pengolahan pabrik tebu mulanya dapat
dipecahkan dengan membeli bagian-bagian mesin yang rusak di Inggris maupun di
negeri induk (Belanda). Akan tetapi, pertimbangan ongkos dan biaya penganngkut
setelah di akumulasikan ternyata tak memberi keuntungan bagi pemrintah maupun
swasta karena tingginya harga mesin. Kemduian pemrintah maupun swasta pada
akhir paruh kedua abad ke-19 mula mengupayakan pemmbangunan pabrik-pabrik yang
memproduksi mesin dan barang barang-barang baja untuk keperluan pabrik gula.
Tahun 1849 terdapat pabrik yang didirikan pemerintah bernama Constructie Winkel
yang memiliki dua jenis barang, pertama untuk senjata militer (meriam, pistol
dsb). Kedua sebagai bagian kontruksi dan perbengkelan pembuatan mesin uap.
Dengan teknisi-teknisi handalnya seperti F.J.H Bayer, A.W. Remeth, dan Willem.
Setelah adanya industri pionir yang mengawali pembuatan mesin. Di Surabaya pada
tahun 1858 beridiri pabrik N.V
Machinefabriek Dapoean milik Younge & Gill. Pabrik yang didirikan oleh
swasta tersebut khusus menyediakan mesin-mesin gula. Tingginya arus pengolahan
industri gula semakin mempuncak pada periode tahun 1870 dengan diberlakukannya
Agrarischewet. Undang-undang yang berisi tentang liberalisasi perdagangan
berdampak pada semakin luasnya lahan untuk proudksi tebu beserta pabri
pengelolahannya. Semakin pesatnya industri gula juga mempengaruhi kebutuhan
mesin-mesinya. Hal ini memberikan peluang bagi berkembangya industri-industri mesin diwilayah Surabaya.
Seperti N.V. Fabriek van Stoom en Werktuigen tahun 1875, Lidgerwood
Manufacturing Co Ltd tahun 1877.
Selain
pabrik-pabrik yang menangani khusus untuk keperluan pengolahan gula di Surabaya
juga berkembangan pabrik-pabrik mesin untuk keperluan pembangunan infrakstruktur
di Hindia-Belanda. Berdirinya pabrik non-industri gula berjalan seiring dengan
perkambangan infrastruktru seperti pembuatan pintu air, rel kereta api,
stasiun, gerbong, tangki minyak, jembatan rel kereta api dsb. Sebelumnya
perkembangan jenis-jenis industri di Hindia-Belanda hanya merupakan supporting system dari aktititas
perekonomian ekport. Akan tetapi fungsi inudtrialiasi tersebut nyatanya juga
diperuntukan untuk keperluan domestik di Hindia-Belanda. Jalur transportasi
seperti Trem dan kereta api yang mammsuk diwilayah Surabaya pada tahun 1875
yang melayani berbagai tujuan semakin meningkatkan peran industri dikota.
Hingga menjelang akhir abad ke-19, masalah mulai muncul pada aktifitas industri
yang kemduian mempengaruhi kota. Surabaya menjja di semakin sesak oleh migrasi
yang datang dariberbagai kota sehingga menimbulkan peningkatan jumlah penduduk
secara tajam. Kondisi demikian tak berubah hingga awal abad ke-20. Peratruan
Desentralisasi dibeberapa kota besar Hindia-Belanda termasuk diantara Surabaya
mengubah struktur yang ada. Diantaranya perulasan kota kewilayah selatan (kota
atas) yang membrikan dampak pada ditinggalkanya utara kota (kota bawah) sebagai
pusat aktifitas. Perluasaan permukiman ini, kemduian juga diikuti oleh
perusahan-perusahan atau pabrik ke wilayah selatan kota. perlopor beridirnya
pabrik dikawasan baru yang lebih kondusif ini adalah pabrik N.V. Machinefabriek Braat tahun 1920.
Kemudian berangsung-angsur disusul oleh N.V.
Contructiewerplaats Noordelijk, N.V.C-onstructiewerplaats Bakker, N.V Smederij
en Gieterij de Vulkaan dan Contructie Werkplaats Eiffel.
Eksistensi
Surabaya sebagai kota industri pada periode abad ke-19 dibutikan dengan
banyaknya pabrik-pabrik yang beridiri dan mempunyai spesifikasi yang berbeda.
Bahkan industri di kota ini melangalkan Batavia, Semarang yang keduanya juga
menajdi pusat industri di Hindia-Belanda. Menurut Howard Dick, pelabuhan
Surabaya pada periode ini dapat dibilang serupa dengan Singapura (Malaka).
Konsistensi Surabaya sebagai kota industri semakin mantab dengan adanya
pembukaan kawasaan industri baru di wilayah Ngagel. Pemisahan aktititas
industri dengan pemukiman ini juga dapat digunaan sebagai acuan tata kota
modern yang digunakan hingga kini. Letak strategis sebagai kondisi perkembanganya
industraliasi di Surabaya selain dipengaruhioleh letak staregisnya. Perlu
dicatat lebih dalam bahwa Surabaya tumbuh menjadi besar terjadi sebab dearah
wilayah sekitar yang subur dan menjadi basis bahan-bahan kebutuhan ekspor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar