Senin, 15 Juli 2013

Review artikel “ Industri Mesin Surabaya: Fungsi dan Peran dalam industrialisasi dan Pembangunan Kota Abad XIX dan Awal Abad XX”. Karya Ikhsan Rosyid



Industri merupakan salah satu modal pokok bagi perekonomian suatu masyrakat. Kata industri mulai melambung dalam era sejarah global dengan munculnya revolusi industri di inggris pada awal abad 19. Indutsralialisasi ini kemudian menandai era baru yakni era perdagangan hasil mekanis (mesin).  Kebangkitan Inggris dibidang industri memberikan konsuensi penumpukan hasil produksi secara melimpah didalam negeri, maka dari itu membutuhkan pemasaran-pemasaran dalam menjual barang dagangannya diberbagai wilayah (utamanya) wilayah koloninya. Keunggulan Inggris dalam mengembangkan industri ini mulai dilirik oleh negara-negara pesaingnya yang juga memilki kekuasaan yang luas diwilayah jajahan serta digunakan untuk bersaing dalam kancah perdagangan global. Pada masa awal perkembangan industri diwilayah Eropa terutama bagian utara, sangat didukung oleh adanya daerah-daerah pemasok bahan mentah (bulky) untuk diolah di pabrik-pabrik yang ada di negara induk. Kondisi seperti ini kemudian mengalami pergereran orientasi. Dimana negara-negara Imprialisme mulai membangun industri-industri diwilayah koloni mereka agar dapat memudahkan pengolahan bahan dan tak rusak dalam distribusi. Surabaya dalam  perkembangannya juga menjadi salah satu kota yang digunakan untuk pembangunan industrialisasi yang dibangun oleh pemrintah Belanda. 
Abad ke-19 merupakan awal perubahan sistem koloniallisasi di Hindia-Belanda setelah sebelumnya menjadi wilayah monopoli perdagangan VOC. Buruknya perdangangan yang dilakukan oleh VOC membuat pemerintah di Belanda memberlakukan sistem pemerintahan langsung dibawah pemrintah resmi di Belanda. Pada tahun 1808 dibawah pemerintah Deandles pembangunan mulai nampak di pulau Jawa dimana pembanguan infrasutruktur berupa jalan yang membentang sepanjang timur Jawa hingga ujung barat pulau. Kondisi Surabaya pada awal abad merupakan kota pelabuhan yang ramai disinggahi oleh kapal-kapal yang mengangkut bahan keperluan ekport dari beberapa daerah diwilayah Jawa timur. Kota ini menjadi semakin pada pada pertengahan abad ke-19 dengan ramainya aktifitas pelabuhan. Basis industri pengolahan gula pada awal abad ini bertempat diwilayah-wilayah Sidoarjo, Prbololinggo, Jombang Mojokerto, Pasuruan. Pabrik tebu yang berkembang diwilayah Jawa Timur ini semakin membuktikan bahwa Jawa Timur menjadi basis ekonomi gula di wilayah Hindia-Belanda. Sistem tanah paksa (cultuure stelsel) yang diberlakukan di Jawa pada masa Gubernur Van de Bosch. Banyaknya pabrik-pabrik pengolahan tebu kemudian menimbulkan polemik pada proses berlangsungnya pengolahan bahan termasuk didalamnya dalah teknisi perbaikan mesin pabrik.
Kondisi trouble dalam mekanisme industri pengolahan pabrik tebu mulanya dapat dipecahkan dengan membeli bagian-bagian mesin yang rusak di Inggris maupun di negeri induk (Belanda). Akan tetapi, pertimbangan ongkos dan biaya penganngkut setelah di akumulasikan ternyata tak memberi keuntungan bagi pemrintah maupun swasta karena tingginya harga mesin. Kemduian pemrintah maupun swasta pada akhir paruh kedua abad ke-19 mula mengupayakan pemmbangunan pabrik-pabrik yang memproduksi mesin dan barang barang-barang baja untuk keperluan pabrik gula. Tahun 1849 terdapat pabrik yang didirikan pemerintah bernama Constructie Winkel yang memiliki dua jenis barang, pertama untuk senjata militer (meriam, pistol dsb). Kedua sebagai bagian kontruksi dan perbengkelan pembuatan mesin uap. Dengan teknisi-teknisi handalnya seperti F.J.H Bayer, A.W. Remeth, dan Willem. Setelah adanya industri pionir yang mengawali pembuatan mesin. Di Surabaya pada tahun  1858 beridiri pabrik N.V Machinefabriek Dapoean milik Younge & Gill. Pabrik yang didirikan oleh swasta tersebut khusus menyediakan mesin-mesin gula. Tingginya arus pengolahan industri gula semakin mempuncak pada periode tahun 1870 dengan diberlakukannya Agrarischewet. Undang-undang yang berisi tentang liberalisasi perdagangan berdampak pada semakin luasnya lahan untuk proudksi tebu beserta pabri pengelolahannya. Semakin pesatnya industri gula juga mempengaruhi kebutuhan mesin-mesinya. Hal ini memberikan peluang bagi berkembangya  industri-industri mesin diwilayah Surabaya. Seperti N.V. Fabriek van Stoom en Werktuigen tahun 1875, Lidgerwood Manufacturing Co Ltd tahun 1877.
Selain pabrik-pabrik yang menangani khusus untuk keperluan pengolahan gula di Surabaya juga berkembangan pabrik-pabrik mesin untuk keperluan pembangunan infrakstruktur di Hindia-Belanda. Berdirinya pabrik non-industri gula berjalan seiring dengan perkambangan infrastruktru seperti pembuatan pintu air, rel kereta api, stasiun, gerbong, tangki minyak, jembatan rel kereta api dsb. Sebelumnya perkembangan jenis-jenis industri di Hindia-Belanda hanya merupakan supporting system dari aktititas perekonomian ekport. Akan tetapi fungsi inudtrialiasi tersebut nyatanya juga diperuntukan untuk keperluan domestik di Hindia-Belanda. Jalur transportasi seperti Trem dan kereta api yang mammsuk diwilayah Surabaya pada tahun 1875 yang melayani berbagai tujuan semakin meningkatkan peran industri dikota. Hingga menjelang akhir abad ke-19, masalah mulai muncul pada aktifitas industri yang kemduian mempengaruhi kota. Surabaya menjja di semakin sesak oleh migrasi yang datang dariberbagai kota sehingga menimbulkan peningkatan jumlah penduduk secara tajam. Kondisi demikian tak berubah hingga awal abad ke-20. Peratruan Desentralisasi dibeberapa kota besar Hindia-Belanda termasuk diantara Surabaya mengubah struktur yang ada. Diantaranya perulasan kota kewilayah selatan (kota atas) yang membrikan dampak pada ditinggalkanya utara kota (kota bawah) sebagai pusat aktifitas. Perluasaan permukiman ini, kemduian juga diikuti oleh perusahan-perusahan atau pabrik ke wilayah selatan kota. perlopor beridirnya pabrik dikawasan baru yang lebih kondusif ini adalah pabrik N.V. Machinefabriek Braat tahun 1920. Kemudian berangsung-angsur disusul oleh N.V. Contructiewerplaats Noordelijk, N.V.C-onstructiewerplaats Bakker, N.V Smederij en Gieterij de Vulkaan dan Contructie Werkplaats Eiffel.
            Eksistensi Surabaya sebagai kota industri pada periode abad ke-19 dibutikan dengan banyaknya pabrik-pabrik yang beridiri dan mempunyai spesifikasi yang berbeda. Bahkan industri di kota ini melangalkan Batavia, Semarang yang keduanya juga menajdi pusat industri di Hindia-Belanda. Menurut Howard Dick, pelabuhan Surabaya pada periode ini dapat dibilang serupa dengan Singapura (Malaka). Konsistensi Surabaya sebagai kota industri semakin mantab dengan adanya pembukaan kawasaan industri baru di wilayah Ngagel. Pemisahan aktititas industri dengan pemukiman ini juga dapat digunaan sebagai acuan tata kota modern yang digunakan hingga kini. Letak strategis sebagai kondisi perkembanganya industraliasi di Surabaya selain dipengaruhioleh letak staregisnya. Perlu dicatat lebih dalam bahwa Surabaya tumbuh menjadi besar terjadi sebab dearah wilayah sekitar yang subur dan menjadi basis bahan-bahan kebutuhan ekspor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar