Rabu, 17 Juli 2013

Tanah Adat Prakaman di Kabupaten Buleleng, Bali



Urusan tanah dalam perkembangan sejarah manuasia menjadi suatu penentuan diri setiap manusia dalam hal ini juga kelompok masyarakat. Fungsi tanah selain sebagai tempat tinggal, juga merupakan sebuah lahan untuk produksi dan menghasilkan bahan pangan serta kebutuhan manusia. Perkembangan manusia yang semakin cepat degan dibarengi oleh kesempatan hidup lebih baik, menimbulkan konsuensi adanya ekologi yang tak seimbang antara manusia dengan alam. Konflik tersebut kemudian menimbulkan berbagai permasalahan, yang dialami oleh masyarakat kemudian menciptakan suatu pengaturan tanah, agar terciptanya suatu kestabilan dalam masyarakat. Dalam segi historis pembagian tanah dibagi menjadi beberapa model, diantaranya adalah ocupatio sistem penemuan tanah, yang akan digarap, sistem ini pada era modern sudah tak relefan lagi, dalam proses pertanahan sebab tanah sudah diatur sedemikan rupa (oleh negara), sehingga tak memungkinkannya penemuan tanah oleh perseorangan. Kemudian tanah Adat, yang dimiliki oleh masyarakat yang berdiam dalam suatau wilayah tertentu dengan norma-norma yang dianut oleh masyarakatnya. Konsep terakhir ini, akan dibahasa dalam tulisan dibawah ini, terkait dengan sistem tanah adat prakaman (lama) di wilayah kabupaten Buleleng, provinsi Bali.
Tanah adat Prakaman diwilayah kabupaten Buleleng, didilhat secara historis tercatat dalam lontar Markandya Purana yang menceritakan perjalanan Maharsi Markandya dari Jawa Timur ke Pulau Bali (Hendriatiningsih S, Dkk, 2008:520). Pada masa ini, konsep kepemilikian tanah wilayah Buleleng, tak memilki konsep milik individual. Dalam pembagian wilayah tanahnya, ditentukan memalui ketentuan adat serta agama yang dipercayai masyarakat saat itu, yang beragama Hindu ciwa. Dalam proses perkembangannya, pada eriode abad ke 19 – 20 ketika kekuasaan kolonial masuk ke bali, terjadi pemisahan tanah adat, menjadi dua, pertama desa lama (Prakaman) dan desa baru (dinas) yang dibentuk oleh pemerintah Hindia-Belanda. Tanah adat Prakama di wilayah Buleleng dibagi menjadi beberapa bagian menurut fungsi dan tujuannya, hal ini sesuai dengan beberapa desa adat yang saat ini masih tersisa diwilayah Indonesia, yang masih menganut sistem adat. Tanah pertama adalah Druwe, tanah yang dikuasai oleh desa, seperti tanah lapang, tanah kuburan, dan tanah bakti. Kedua, pelaba pura, yaitu tanah yang disediakan untuk pembangunan pura sebagai tempat persembahyangan. Ketiga, tanah Tanah pekarangan desa merupakan tanah yang dikuasai oleh desa pakraman yang diberikan kepada krama negak untuk tempat tinggal. Terakhir adalah tanah Ayahan merupakan tanah yang dikuasai desa pakraman yang penggarapannya diserahkan kepada krama desa setempat dengan hak untuk dinikmati dengan perjanjian tertentu serta kewajiban memberikan ayahan.(Hendriatiningsih S, Dkk, 2008:523).

Dari penjelasan tanah adat di Buleleng ini, kita dapat meilhat bahwa perkembangan tanah adat, banyak dipengaruhi oleh faktor pembentuk yang kental  menyelimuti masyarakat. pergesaran kepemilikan tanah di Bali hingga kini tak besar, sebab secara kultur kebudayaanya tak mengalami perubahan yang menjasar, artinya kercayaan masyarakat bali yang memeluk agama hindu hingga kini tak berubah. Hal ini sesuai yang dikatakn oleh Cristian Dawson, yang mengatakan bahwa “agama merupakan kunci Sejarah, sebab agama akan mempengaruhi kebudayaan didalam masyarakat”. Hingga kini tanah adat diwilayah tersebut masih berfungsi, meskipun struktur kepemilikan tanah yang sah (resmi) dari badan hukum milik Negara masih belum ada hingga kini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar